Fatwapedia.com -Para ulama telah menjelaskan secara gamblang mengenai apa saja yang bisa membatalkan keislaman seseorang. Namun ada satu hal yang luput dari perhatian dan dianggap hal biasa padahal termasuk pembatal islam. Hal apakah itu? Termasuk pembatal syahadat (baca islam) adalah membenci Sunnah Rasulullah.
Membenci sunnah artinya membenci sesuatu yang dibawa Nabi ﷺ meskipun orang tersebut melakukannya, maka ia kafir berdasarkan ijmaa’. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Yang demikian itu karena mereka membenci apa (Al-Qur’an) yang diturunkan Allah, maka Allah menghapus segala amal mereka” [QS. Muhammad : 9].
Tidak ada sesuatu yang menyebabkan hapusnya amalan seseorang secara total kecuali kesyirikan dan kekufuran. Allah ﷻ juga berfirman:
يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
“Atau (apakah patut) mereka berkata: ‘Padanya (Muhammad) ada penyakit gila’. Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran” [QS. Al-Mukminuun : 70].
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa benci/enggan” [QS. At-Taubah : 54].
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah” [QS. At-Taubah : 81].
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
والمرتد من أشرك بالله تعالى أو كان مبغضا للرسول ﷺ ولما جاء به….
“Dan murtad adalah orang yang berbuat syirik terhadap Allah ta’ala, atau membenci Rasul ﷺ dan apa yang beliau ﷺ bawa….” [Al-Fataawaa Al-Kubraa, 5/535].
Al-Mardawiy rahimahullah menukil:
قال الشيخ تقي الدين : لو كان مبغضا لرسول الله ﷺ أو لما جاء به، كفر اتفاقا
“Asy-Syaikh Taqiyuddiin – yaitu Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah – Abul-Jauzaa’ – berkata : ‘Seandainya ada seseorang yang membenci Rasulullah ﷺ atau syari’at apa saja yang beliau bawa, kafir berdasarkan kesepakatan (ulama)” [Al-Inshaaf, 10/283].
مَنْ قَال : أنا لا أقر بذلك و لا ألتزمه و أبغض هذا الحق و أنفر عنه فهذا نوع من غير النوع الأول و تكفير هذا معلوم بالاضطرار من دين الإسلام و القرآن مملوء من تكفير مثل هذا النوع بل عقوبته أشد
“Barangsiapa berkata : ‘Aku tidak mengakuinya (yaitu syari’at Allah dan Rasul-Nya ﷺ – Abul-Jauzaa’), aku tidak akan menjalankannya, aku membenci kebenaran ini dan akupun lari/menghindar darinya’; maka jenis kekufuran ini berbeda dengan jenis kekufuran yang disebut di awal, dan pengkafirannya sudah diketahui dengan pasti dalam agama Islam. Al-Qur’an dipenuhi dengan pengkafiran semacam ini, dan bahkan hukumannya lebih keras” [Ash-Shaarimul-Masluul, hal. 521-522 – dengan sedikit perubahan di bagian awal].
Ibnu Baththah Al-‘Ukbariy rahimahullah berkata:
وكذلك وجوب الإيمان والتصديق بجميع ما جاءت به الرسل من عند الله، وبجميع ما قاله الله عز وجل فهو حقٌّ لازمٌ، فلو أن رجلاً آمن بجميع ما جاءت به الرسل إلا شيئاً واحداً، كان بردّ ذلك الشيء كافراً عند جميع العلماء
“Dan begitu pula kewajiban beriman dan membenarkan seluruh apa yang dibawa Rasul ﷺ dari sisi Allah ﷻ, dan beriman dengan seluruh yang Alah ﷻ firmankan; maka ini adalah kewajiban yang tetap. Seandainya ada seseorang yang beriman dengan seluruh syari’at yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ, kecuali satu perkara (yang ia tolak), maka dengan penolakannya terhadap satu perkara tersebut menyebabkan dirinya kafir menurut (kesepakatan) seluruh ulama” [Asy-Syarh wal-Ibaanah ‘alaa Ushuulis-Sunnah wal-Diyaanah hal. 232-233].
Sesuatu yang datang dari Nabi ﷺ bersifat umum meliputi perkataan, perbuatan, kewajiban, anjuran/sunnah, perintah, dan larangan.
Seseorang yang mengaku Islam namun membenci Nabi ﷺ dan syari’at yang beliau bawa, maka ia adalah seorang munafik dengan kemunafikan akbar, i’tiqadiy. Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
فمن النفاق ما هو أكبر يكون صاحبه في الدرك الأسفل من النار كنفاق عبد الله بن أبي وغيره بأن يظهر تكذيب الرسول أو جحود بعض ما جاء به أو بغضه أو عدم اعتقاد وجوب اتباعه أو المسرة بانخفاض دينه أو المساءة بظهور دينه ونحو ذلك مما لا يكون صاحبه إلا عدوا لله ورسوله
“Dan diantara kemunafikan ada yang termasuk kemunafikan akbar yang menyebabkan pelakunya ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka seperti kemunafikan ‘Abdullah bin Ubay dan selainnya yang menampakkan pendustaan terhadap Rasulullah ﷺ atau menolak/mengingkari sebagian syariat yang beliau bawa atau membencinya atau peniadaan keyakinan kewajiban untuk mengikuti beliau ﷺ atau gembira dengan perendahan/penghinaan agama beliau ﷺ atau menjelekkan kemenangan agama beliau ﷺ dan semisal itu dari perkara yang tidak diperbuat seseorang kecuali pelakunya adalah musuh Alah dan Rasul-Nya ﷺ” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 28/434].
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka” [QS. An-Nisaa’ : 145]
Akan tetapi perlu diketahui bahwa kebencian terbagi menjadi tiga : thabi’iy (naluriah), syar’iy, dan tidak syar’iy.
Kebencian thabi’iy (naluriah) adalah kebencian manusia terhadap kesulitan, penderitaan, ancaman, ketakutan, dan semisalnya. Seperti misal dalam firman Allah ﷻ:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci” [QS. Al-Baqarah : 216].
Ar-Raaghib Al-Ashfahaaniy rahimahullah berkata tentang ayat tersebut:
تكرهونه من حيث الطبع
“Kalian membencinya dari sisi naluri” [Mufradaat fii Ghariibil-Qur’aan, hal. 429].
Ibnu Mandhuur rahimahullah berkata:
ومعنى كَراهِيَتِهم القِتالَ أَنهم إنما كَرِهُوه على جِنْسِ غِلَظِه عليهم ومشقَّتِه لا أَن المؤمنين يَكْرَهُونَ فَرْضَ الله لأَن الله تعالى لا يفعل إلا ما فيه الحكمة والصلاح
“Makna kebencian mereka terhadap perang adalah mereka hanya membencinya dari jenis beban berat dan kesulitan pada peperangan yang mereka rasakan. Bukannya kaum mukminin membenci kewajiban Allah, karena Allah ta’ala tidak berbuat kecuali padanya terdapat hikmah dan kebaikan” [Lisaanul-‘Arab, 13/534].
Al-Baghawiy rahimahullah menjelaskan:
أي شاق عليكم قال بعض أهل المعاني: هذا الكره من حيث نفور الطبع عنه لما فيه، من مؤنة المال ومشقة النفس وخطر الروح، لا أنهم كرهوا أمر الله تعالى
“Yaitu sulit/berat bagi kalian. Sebagain ahli ma’aaniy berkata : ‘Kebencian ini dari sisi ketidaksukaan naluri karena menghabiskan harta, kesulitan/penderitaan diri, dan resiko nyawa. Bukan karena mereka membenci perintah Allah ta’ala” [Ma’aalimut-Tanziil, 1/246].
Ibnu Katsiir rahimahullah menjelaskan:
وقوله: { وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ } أي: شديد عليكم ومشقة. وهو كذلك، فإنه إما أن يُقْتَلَ أو يجرحَ مع مشقة السفر ومجالدَة الأعداء
“Firman-Nya ﷻ : ‘dan berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci’, yaitu : terasa keras dan berat bagi kalian. Dan kenyataannya memang demikian, karena perang itu bisa jadi terbunuh atau terluka, selain kesulitan/penderitaan yang dialami saat safar dan berhadapan dengan musuh” [Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 1/573].
Adapun kebencian syar’iy adalah kebencian dikarenakan syari’at memerintahkannya. Yaitu, benci terhadap syirik, bid’ah, dan maksiat serta pelakunya. Allah ﷻ berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” [QS. Al-Hujuraat : 7].
Bagi orang yang beriman, kebencian syar’iy membuahkan amal yang mengalahkan kebencian thabi’iy. Seperti halnya jihad. Meskipun berat dan penuh kesulitan yang tidak disukai jiwa, orang-orang yang beriman tetap melaksanakannya dengan sabar dan penuh ketaatan mengharapkan keridlaan-Nya ﷻ.
Kebencian tidak syar’iy, terbagi menjadi dua: (1) mengeluarkan dari agama (murtad) dan (2) tidak mengeluarkan dari agama.
Kebencian yang menyebabkan seseorang keluar dari agama (murtad) adalah kebencian terhadap sebagian dari apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ yang disertai keyakinan (i’tiqaad) bahwa yang dibawa oleh Nabi ﷺ dan syari’atnya tersebut tidak mengandung kebaikan, kemenangan, dan kesuksesan; atau dianggap kuno, usang, dan ketinggalan zaman. Apabila kebencian seseorang bukan karena faktor ini, maka tidak kafir atau dikafirkan.
Secara mudah, kaidah penetapan kebencian yang menyebabkan kekufuran (al-bughdlul-kufriy) adalah barangsiapa membenci sesuatu dan tidak menyukainya, karena sesuatu itu termasuk agama Allah ﷻ, maka ia kafir berdasarkan ijmaa’. Apabila ia tidak suka/membencinya karena faktor dunia dengan tetap berkeyakinan bahwa sesuatu tersebut adalah kebenaran dan apa yang dilakukannya salah, maka ini adalah kefasikan yang tidak menyebabkan kekafiran, termasuk lingkup perbuatan mengikuti hawa nafsu.
Contohnya, seorang wanita yang membenci/tidak suka berjilbab. Apabila ia membencinya karena faktor perintah berjilbab bagian dari syari’at, maka kafir meskipun ia mengenakannya (berjilbab). Beda halnya jika wanita tersebut tidak suka berjilbab karena ingin modis dan kekinian, terlihat cantik, atau khawatir tidak mendapatkan jodoh dengan tetap berkeyakinan bahwa berjilbab adalah perintah Allah dan Rasul-Nya yang benar dan apa yang dilakukannya adalah kemaksiatan, maka ia berdosa lagi fasiq, tidak dikafirkan.
Maka wajib bagi setiap muslim ridla terhadap syari’at yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah ﷻ berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” [QS. Al-Ahzaab : 36].
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya. Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – 23022020]
Bahan bacaan : Athaayibuz-Zahri Syarh Nawaaqidlil-Islaamil-‘Asyri oleh Asy-Syaikh Dr. Khaalid bin ‘Aliy Al-Musyaiqih, Syarh Nawaaqidlil-Islaam oleh Asy-Syaikh Naashir bin Ahmad Al-‘Adniy, Al-Ilmaam bi-Syarh Nawaaqidlil-Islaam oleh Asy-Syaikh Dr. ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Rais, Tabshiirul-Anaam bi-Syarhi Nawaaqidlil-Islaam oleh Asy-Syaikh ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Raajihiy, dan Al-Ifaadatu wal-I’laamu bi-Fawaaidi Risaalati Nawaaqidlil-Islaam oleh Asy-Syaikh Dr. Sulaimaan Ar-Ruhailiy hafidhahumullah.