Satu Ayat Saja!


Fatwapedia.com – Dikisahkan pada suatu masa ada seorang amir (penguasa) yang ikut shalat berjama’ah di sebuah masjid. Dalam shalatnya sang imam memanjangkan bacaan suratnya sehingga membuat sang amir tak nyaman. 
Selepas shalat tanpa basa-basi amir tersebut menegur sang imam dengan berkata,
“Dalam setiap rakaat, engkau hanya boleh membaca 1 ayat selepas alfatihah.”
Hari berikutnya sang amir kembali mengikuti berjama’ah shalat maghrib dengan imam tersebut.
Di rakaat pertama setelah membaca surat alfatihah, imam membaca satu ayat:
وَقَا لُوْا رَبَّنَاۤ اِنَّاۤ اَطَعْنَا سَا دَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَاَ ضَلُّوْنَا السَّبِيْلَاۡ
“Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahzab:  67)
Kemudian pada rakaat kedua setelah membaca alfatihah imam membaca satu ayat kelanjutannya:
رَبَّنَاۤ اٰتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَا بِ وَا لْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيْرًا
“Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 68)
Begitu usai shalat, amir tersebut memanggil imam seraya berkata, “Panjangkan shalat sesukamu dan baca ayat apapun yang engkau inginkan kecuali 2 ayat yang tadi engkau baca.” (Kanal Tarikh Islamy)

Tafsir Ayat

Ibnu Katsir menjelaskan:
Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya. Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.
Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. Allah ﷻ berfirman, memberitakan kepada Rasul-Nya bahwa jika ada orang yang bertanya tentang hari kiamat, hendaklah ia katakan kepadanya, “Aku tidak mengetahui tentang hari kiamat, kapan terjadinya.” Kemudian Allah ﷻ memberi petunjuk kepadanya bahwa hendaknya ia mengembalikan pengetahuan tentang hari kiamat itu kepada Allah ﷻ sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-A’raf yang merupakan surat Makkiyyah, sedangkan surat Al-Ahzab ini adalah Madaniyyah. Hal ini menunjukkan bahwa keadaannya tetap sama, yaitu mengembalikan pengetahuan mengenainya kepada Tuhan yang akan menjadikannya.
Hanya saja dalam surat ini disebutkan bahwa hari kiamat itu sudah dekat, yaitu melalui firman-Nya: Dan tahukah kamu (hai Muhammad); boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya. (Al-Ahzab: 63) Sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar: 1) Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Dan firman Allah ﷻ: Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. (An-Nahl: 1) Kemudian Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir. (Al-Ahzab: 64) Yakni menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). (Al-Ahzab: 64) Maksudnya, di negeri akhirat nanti. mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (Al-Ahzab: 65) Mereka tinggal di dalam neraka terus menerus, tiada jalan keluar bagi mereka darinya, dan mereka tidak bisa lenyap darinya untuk selama-lamanya.
mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. (Al-Ahzab: 65) Yaitu tiada seorang pun yang dapat menolong mereka, dan tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab yang selamanya menimpa mereka. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan: Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. (Al-Ahzab: 66) Mereka diseret dengan muka di bawah ke dalam neraka, lalu tubuh mereka dibolak-balikkan di dalam neraka.
Dalam keadaan demikian mereka menyesali perbuatannya selama di dunia seraya mengungkapkan penyesalannya, “Aduhai, sekiranya dahulu di dunia kami termasuk orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.” Sebagaimana yang diceritakan oleh Allah keadaan mereka sewaktu berada di Padang Mahsyar, melalui firman-Nya: Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai, kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an telah datang kepadaku.
Dan setan itu tidak mau menolong manusia. (Al-Furqan: 27-29) Dan firman Allah ﷻ: Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. (Al-Hijr: 2) Demikianlah Allah menceritakan keadaan mereka yang sangat tersiksa itu sehingga mereka sangat menyesali perbuatannya, bahwa seandainya saja dahulu di dunia mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Akan tetapi, nasi telah menjadi bubur. Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (Al-Ahzab: 67) Tawus mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sadat ialah orang-orang yang terpandang dan orang-orang yang besar, yakni para cendikiawan mereka.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa kami mengikuti para pemimpin dan pembesar kami, yakni para tetua kami; dan kami menentang para rasul dengan keyakinan bahwa pemimpin kami berada dalam jalan petunjuk, dan sekarang ternyata mereka bukan berada dalam jalan petunjuk. Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat. (Al-Ahzab: 68) disebabkan kekafiran mereka dan juga mereka telah menyesatkan kami.
dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. (Al-Ahzab: 68) Sebagian ahli qiraat ada yang membaca kabiran, ada pula yang membacanya kasiran. Keduanya mempunyai makna yang berdekatan; kablran artinya besar, sedangkan kasiran artinya banyak. Sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Amr, bahwa Abu Bakar pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku suatu doa yang akan kubaca di dalam salatku.” Rasulullah ﷺ menjawab: Katakanlah, “Ya Allah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dengan penganiayaan yang banyak, dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau.
Maka berilah ampunan bagiku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah daku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing. Telah diriwayatkan pula dengan ungkapan kabiran (yang artinya banyak), keduanya dibenarkan. Sebagian ulama menyunatkan hendaknya orang yang berdoa menggabungkan kedua lafaz ini dalam doanya. Tetapi pendapat ini masih diragukan kebenarannya, bahkan yang lebih utama ialah hendaknya sekali diucapkan dengan kasiran dan pada kesempatan lain diucapkan kabiran.
Sebagaimana si pembaca diperbolehkan memilih salah satu dari keduanya, mana saja yang dibacanya itu adalah baik, dan tidak ada alasan baginya untuk menggabungkan keduanya; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Darrar ibnu Sard, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim, dari Ubaidillah ibnu Abu Rafi’, dari ayahnya sehubungan dengan perumpamaan yang dibuat oleh seseorang yang berada di pihak Ali r.a. Dia adalah Al-Hajjaj ibnu Amr ibnu Gazyah, orang yang menyerukan kalimat berikut saat pertempuran, “Hai golongan orang-orang Ansar, apakah kalian hendak mengatakan kepada Tuhan kita saat kita bersua dengan-Nya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).
Ya Tuhan kami, berilah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar. (Al-Ahzab: 67-68)”
Sumber: tafsir.learn-quran.co/id

Leave a Comment