Pendidikan berbasis tahfizh dan studi Islam yang berdiri di Kota Mandiri Belitang ini berdiri dengan dibimbing oleh ulama kelahiran Lampung yang sudah terkenal sepak terjang dakwah dan keilmuannya.
Ya. Beliau adalah Al-Ustadz Al-Fadhil Dr. Aris Munandar, SS., MPI. Beliau merupakan da’i terkemuka yang telah melahirkan ulama-ulama muda dan da’i-da’i tersohor yang sehingga kini telah melalang buana di seantero Indonesia.
Sebut saja, misalnya, Ust. Muh. Abduh Tuasikal, Ust. Ammi Nur Bais, Ust. Abu Muslih Wahyudi, Ust. dr. Raehanul Bahraen, Ust. Yulian Purnama, Ust. dr. Muhammad Saifuddin Hakim, dan lain sebagainya.
Walaupun meraka dahunya adalah pelajar-pelajar Universitas Gajah Mada, namun mereka berhasil melawan ‘mustahil’ dengan kesuksesan mereka meraih pendidikan umum dan syari’ah.
Selain daripada mereka, ulama muda yang memiliki kun-yah “Abu Ukkasyah” ini juga telah melahirkan ulama-ulama muda yang berlatar belakang pesantren. Sebagian mereka ada yang kemudian melanjutkan studi di Universitas Islam Madinah, Universitas Al-Azhar Kairo, Universitas Raja Muhammad bin Su’ud, dan perguruan-perguruan tingga ternama lainnya.
Selain melahirkan ulama-ulama gigih di atas, beliau juga telah melahirkan karya-karya ilmiah, terutama karya terjemahan. Buku-buku beliau banyak diterbitkan oleh Pustaka Media Hidayah yang rata-rata best seller. Baca: konsep keluarga sakinah dalam Islam
Keilmuan Dr. Aris Munandar tidak datang secara tiba-tiba. Sudah sejak belia beliau sudah terdidik terpelajar. Bayangkan saja, kitab hadits Riyadhush Shalihin karya Imam Abu Zakariya An-Nawawi yang tebal itu sudah berhasil beliau lahap ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Selain daripada itu, beliau juga sudah biasa melahap buku-buku ulama pembaharuan negeri ini. Beliau menceritakan bahwa buku-buku seperti Buya Hamka dan A. Hasan Bandung yang jumlahnya tidak sedikit itu sebagian bacaan beliau di masa-masa yang mungkin anak-anak sebayanya lebih sibuk bermain ketimbang belajarnya.
Semangat belajar beliau tidak saja ditunjukkan dalam bentuk membaca. Beliau juga rutin menmdengarkan pelajaran agama melalui siaran radio di masa itu.
Di jenjang SMA, Ust. Aris Munandar -yang meskipun bukan bersasis pesantren- mulai mengembara dari satu pintu ke pintu ulama-ulama besar Wates. Di antara guru-guru beliau itu antara lain Kyai Nasrun Kedundang Temon. Darinya. beliau mengaji Hidayatush Shibyan fi Tajwid Al-Quran, Nahwu Ajurrumiyyah, sebagian Bulughul Maran karya Al-Hafizh Ibnu Hajar, sebagian Shahih Muslim, dan sebagian Risalah ‘Ushfuriyyah.
Berikutnya beliau belajar kepada Kyai Syuhudi, salah satu lulusan terbaik Pondok Tremas Pacitan. Bahkan guru beliau ini termasuk guru istimewa daripada Dr. Aris. Bagaimana tidak? Beliau sangat tekun belajar dari Kyai Syuhudi sejak kali pertama mengenalnya hingga beliau tutup usia. Oleh karena itu tidak heran jika dalam waktu yang cukup panjang ini Ust Aris banyak belajar dan menimba ilmu secara intensif.
Abu Ukkasyah meriwayatkan bahwa beliau belajar setiap hari kepada Kyai Syuhudi selepas beliau sekolah. Meskipun tenaga dan pikiran telah terkuras di sekolah, namun Abu Ukkasyah tidak surut semangat mengayuh sepeda puluhan kilo demi belajar face to face dari kyai tamanan pondok rintisan Syaikh ‘Abdul Mannan At-Turmusi itu.
Di antara kitab-kitab yang beliau pelajari ialah Tafsir Jalalain, Jawahir Al-Bukhari, ‘Aqidah Sanusiyyah, Qishsah Al-Isra’ wal Al-Mi’raj, Qawa’id al-Lughah Al-‘Arabiyyah, Irsyad Al-‘Ibad, dan sebagainya.
Guru berikutnya ialah Kyai Naib Siraji. Darinya beliau mempelajari Kitab Minhaj Al-‘Abidin karya Abu Hamid Al-Ghazali dan sebagian Syarah Alfiyah Ibnu Malik karya Al-Qadhi Bahauddin Ibnu ‘Aqil.
Kepada Kyai Ngadiran -pengasuh Pesantren Syafi’iyyah Wates, Abu Ukkasyah belajar Ajurrumiyyah dan bagian akhir-akhir Matan Abu Syuja’. Sementara kepada Kyai Nawai, Abu Ukkasyah belajar Qami’ Ath-Thughyan Syarah Manzhumah Syu’ab Al-Iman, At-Targhib wa At-Tarhib, dan Risalah Al-Mu’awanah. Dan kepada Kyai Miswan, belajar At-Targhib wa At-Tarhib karya Al-Hafizh Al-Mundziri, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Tanbih Al-Mughtarrin, dan Al-Adzkar karya Al-Hafizh An-Nawawi.
Sebetulnya guru-guru beliau dari ulama lokal masih banyak. Namun isyarat nama-nama di atas sebagai gambaran saja bagaimana pengembaraan beliau menuntut ilmu dengan sangat gigihnya. Malah beliau akan selalu mendatangi ulama mana saja yang beliau dengar -selagi mampu- untuk menimba ilmu dari mereka.
Sedangkan guru-guru beliau dari luar negeri juga sangat banyak. Antara lain Syaikh ‘Ali Hasan Abdul Hamid Al-Halab, Syaikh Sulaiman Ad-Dakhil, Syaikh Yusuf Al-Bahuts, Syaikh Sa’d Asy-Syahrani, Syaikh Sahl Al-‘Utaibi, dan masih banyak lagi.
Beliau adalah alumni S1 UIN sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan sastra bahasa Arab. S2 universitas Muhammadiyah Surakarta jurusan Pemikiran Islam Konsentrasi Ushul fiqih. S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan studi Islam konsentrasi fiqih muamalah. Wallahua’lam.
Baca juga: Pengaruh dan dampak talak bainunah sughra
Tulisan ma’had Al Khair program Tahfidz dan studi Islam intensif
ustadz Firman Hidayat marwadi
Tambahan dari saya