Fikroh.com – Dalam kitab Sirah Nabawiyah ar-Rahiq al-Makhtum, karya Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, diceritakan bahwa dalam Perang Badar, Rasulullah saw tidak henti-hentinya berdoa dengan sangat khusyu’: “Ya Allah, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, aku memohon kepadamu!”
Saat peperangan mencapai puncaknya, beliau berdoa: “Ya Allah, jika pasukan ini hancur hari ini, maka Engkau tidak akan disembah lagi…”
Perang Badar adalah salah satu peristiwa penting yang dialami oleh Rasulullah saw dan kaum Muslimin. Perang ini terjadi di bulan Ramadhan, dengan kekuatan pasukan yang sangat tidak berimbang. Jumlah pasukan Quraisy sekitar 1000 orang, dengan 100 pasukan berkuda dan 700 onta. Mereka dilengkapi dengan aneka makanan dan wanita-wanita penghibur. Sementara jumlah pasukan Islam hanya sekitar 315 orang, dengan perlengkapan yang sangat terbatas. Pasukan Islam dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad saw, dengan kendaraan perang hanya satu atau dua ekor kuda.
Sepanjang peperangan, disamping terus memimpin dan mengorbarkan semangat juang kaum Muslimin, Nabi Muhammad saw juga tidak henti-hentinya berdoa kepada Allah SWT bagi kemenangan Muslim dan kehancuran pasukan Quraisy. Akhirnya, dengan pertolongan Allah, kaum Muslimin berhasil meraih kemenangan dalam perang yang sangat menentukan itu. Kesungguhan, keteguhan iman, jitunya strategi yang diterapkan oleh Rasulullah saw, serta ‘ketergatungan’ dan ‘kepasrahan’ hanya kepada Allah SWT menjadi penentu kemenangan kaum Muslim.
Kemenangan umat Islam dalam Perang Badar itu dipilih Allah terjadi di bulan Ramadhan; bulan kemenangan. Di bulan ini juga terjadi peristiwa Futuh Makah (Pembebasan Kota Mekkah) oleh kaum Muslimin. Rasulullah saw yang memimpin langsung pembebasan ini kemudian memberikan ampunan massal untuk penduduk Mekkah, kecuali kepada beberapa orang yang masuk ‘daftar hitam’. Tidak ada pembantaian massal seperti biasa dilakukan oleh penguasa-penguasa lain ketika menaklukkan satu negeri, ketika itu. Tidak ada banjir darah di kota Mekkah. Padahal, selama berpuluh tahun kaum kafir Quraisy telah melakukan berbagai tindakan yang sangat keji kepada Rasulullah saw dan kaum Muslimin. ‘’Pergilah kalian, sekarang kalian bebas,’’ kata Rasulullah saw kepada kaum Quraisy.
Kemenangan adalah anugerah Allah. Pertolongan Allah akan datang ketika kaum Muslim memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Allah berupa keimanan yang kokoh, kesungguhan, kerja keras, professionalitas, ketawakkalan, dan doa yang tulus hanya kepada Allah SWT.
Bulan Ramadhan adalah bulan untuk meraih kemenangan. Di bulan inilah amal pahala dilipatgandakan dan doa-doa dikabulkan. Di tengah berbagai bencana, musibah, azab, dan ujian yang menimpa bangsa Indonesia, sudah saatnya kaum Muslimin melakukan evaluasi (muhasabah) atas keimanan dan sikap mereka kepada Allah dan Rasulullah saw.
*****
“Semangat Perang Badar” itulah yang kini diperlukan kaum Muslimin dalam mengarungi dunia pendidikan, khususnya dunia Pendidikan Tinggi. Dalam Perang Badar, kekuatan besar dan mapan menghadapi kekuatan kecil yang diremehkan dan dianggap kecil. “Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya.” (QS Ali Imran (3): 123).
Dalam dunia Pendidikan Tinggi, hingga kini, hegemoni pendidikan sekuler masih sangat dominan. Ribuan mahasiswa muslim terpaksa harus menjalani proses pendidikan yang tidak sesuai dengan konsep pendidikan Islam, seperti mendahulukan penanaman adab, mengutamakan ilmu-ilmu yang fardhu ain, dan memilih ilmu fardhu kifayah berdasarkan keperluan masyarakat. Belum lagi masih banyaknya materi kuliah yang tidak menjadikan wahyu Allah sebagai rujukan utama.
Dominasi pendidikan tinggi sekuler ini tentu saja berdampak besar terhadap aspek pemikiran mahasiswa dan sekaligus juga terhadap aspek iman dan akhlak. Setiap tahun ribuan anak-anak muda muslim yang cerdas ‘terpaksa’ harus berebut kursi Perguruan Tinggi yang dianggap favorit. Kriteria utama penentuan ‘favorit’ adalah aspek peluang kerja yang ‘keren’, bukan aspek iman, taqwa, dan akhlak mulia.
Kini, ada sekitar 6000 Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Biasanya Perguruan Tinggi Islam mengusung motto yang berbeda dengan Perguruan Tinggi sekuler. Iman, taqwa, dan akhlak mulia dijadikan semboyan resmi.
Tetapi, kita harus jujur, hingga kini, anak-anak pintar di tingkat SMA – termasuk SMA-SMA Islam – rata-rata masih menjadikan kampus-kampus sekuler sebagai tujuan utama kuliah mereka. Sebab, dianggap berkualitas tinggi, berdasarkan ranking yang dibuat pemerintah maupun lembaga-lembaga non-pemerintah.
Tentu kita berharap, kampus-kampus Islam itu memiliki “semangat Perang Badar” dalam menghadapi hegemoni pendidikan tinggi sekuler. Para pimpinan dan dosennya harus berjuang sekuat tenaga agar menjadi kampus terbaik, dari aspek keilmuan dan akhlak mulia.
Mengambil inspirasi “semangat Badar”, untuk memajukan kampus-kampus Islam itu diperlukan kecerdasan, keikhlasan, kesungguhan, dan keberanian dalam melangkah. Pendidikan Islam – khususnya di peringkat Pendidikan Tinggi — adalah satu bentuk jihad fi-sabilillah yang sangat penting dan strategis untuk menyiapkan kader-kader terbaik kaum Muslimin agar mereka menjadi manusia-manusia teladan kehidupan. Amin. (Depok, 11 Mei 2020).
Oleh: Dr. Adian Husaini
Sumber: Pojok 1000 Artikel Pilihan Adian Husaini