Fatwapedia.com – Kisah Dzulqarnain berawal dari kedatangan sekelompok musyrikin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajukan tiga buah pertanyaan. Tentang roh, tentang para pemuda penghuni gua (Ashabul kahfi), dan Dzulqarnain. Yahudilah sesungguhnya yang telah membisikkan kepada musyrikin Quraisy agar menanyakan tiga hal tersebut. Allah subhanahu wa taala berfirman:
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَن ذِى ٱلْقَرْنَيْنِ
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain.” [Q.S. Al Kahfi: 83].
Siapakah Dzulqarnain? Dalam kitab-kitab tafsir dinukilkan perbedaan pendapat di kalangan ulama tentangnya. Apakah ia seorang nabi atau bukan? Al-Imam Al-Hakim dalam Al-Mustadrak meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Aku tidak tahu apakah Tubba’ seorang nabi atau bukan? Dan aku tidak tahu apakah Dzulqarnain seorang nabi atau bukan?”
Seandainya hadits ini shahih, niscaya kita juga akan katakan sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan.
Terlepas dari silang pendapat ahli tafsir tentang kedudukannya sebagai nabi atau bukan, yang pasti Dzulqarnain adalah seorang raja shalih, penguasa yang beriman kepada Allah dan hari akhir.
Di antara perkara yang menunjukkan keimanan beliau, beliau selalu menyeru Rabb-Nya. Hal ini menunjukkan penghambaannya kepada Allah. Berulang kali Dzulqarnain mengucapkan: Rabbku, sebagaimana Allah subhanahu wa taala kisahkan:
قَالَ هَـٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّى ۖ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّى جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّى حَقًّا
“Dzulqarnain berkata, ‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Rabbku, Dia akan menjadikannya hancur luluh. Dan janji Rabbku itu adalah benar.” [Q.S. Al Kahfi: 98].
Dzulqarnain yang termaktub dalam surat Al-Kahfi bukanlah Iskandar Dzulkarnaen atau Alexander The Great, penguasa asal Makedonia. Dzulqarnain dalam surat Al-Kahfi adalah seorang muslim. Adapun Alexander The Great adalah seorang musyrik. Demikian diterangkan Syaikhul Islam. Allahu a’lam.
Allah subhanahu wa taala turunkan wahyu kepada Nabi dan Rasul-Nya sebagai jawaban atas tantangan musyrikin. Allah subhanahu wa taala berfirman:
قُلْ سَأَتْلُوا۟ عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْرًا
“Katakanlah (wahai Nabi), ‘Aku akan bacakan kepada kalian sebagian cerita tentangnya.’” [Q.S. Al-Kahfi: 83].
Telah dimaklumi, bahwa apa yang Allah subhanahu wa taala kisahkan dalam Al-Quran adalah sebaik-baik kisah. Kisah yang paling bermanfaat. Allah subhanahu wa taala berikan kepada Dzulqarnain kemuliaan dan kekuasaan di muka bumi.
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُۥ فِى ٱلْأَرْضِ وَءَاتَيْنَـٰهُ مِن كُلِّ شَىْءٍ سَبَبًا
“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” [Q.S. Al Kahfi: 84].
Yakni Allah subhanahu wa taala anugerahkan segala sebab yang dengannya terwujudlah kekuasaan. Baik berupa ilmu siasah (politik) kenegaraan, kemampuan pengaturan, tentara, kekuatan persenjataan, dan sebab-sebab lain.
Kekuasaan yang Allah subhanahu wa taala berikan kepadanya, memudahkan Dzulqarnain untuk mengelilingi penjuru bumi. Dengan pasukannya yang kuat, ia menyebarkan Islam, berdakwah kepada manusia untuk menauhidkan Allah subhanahu wa taala.
Menuju Belahan Bumi Sebelah Barat
Di antara yang Allah subhanahu wa taala kisahkan, Dzulqarnain mengarahkan pasukan, menjelajah belahan bumi sebelah barat. Kemenangan demi kemenangan menyertai perjuangan Dzulqarnain. Hingga sampailah ia di sebuah wilayah, di mana matahari terlihat tenggelam di samudra. Allah subhanahu wa taala berfirman:
فَأَتْبَعَ سَبَبًا حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِى عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِندَهَا قَوْمًا
“Maka dia pun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.” [Q.S. Al Kahfi: 85-86].
Maksud dari ayat ini, Dzulqarnain dalam perjalanannya ke arah barat mencapai akhir daerah yang mampu ditempuh manusia dengan pasukan kuda dan semisalnya. Di tempat inilah beliau dapatkan satu kaum yang terdiri dari muslim dan kafir.
Allah subhanahu wa taala mengilhamkan kepadanya atau mewahyukan kepadanya, atau yang berkata adalah seorang nabi atau ulama, agar Dzulqarnain memberikan keputusan bagi penduduk negeri tersebut. Allah subhanahu wa taala berfirman:
قُلْنَا يَـٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِمَّآ أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّآ أَن تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا
“Kami berkata, ‘Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.’” [Q.S. Al Kahfi: 86].
Dzulqarnain lalu mengumumkan bahwa siapa saja yang zalim akan dihukum di dunia, kemudian hisabnya di sisi Allah nanti di akhirat. Adapun mereka yang beriman, mereka akan dimuliakan. Allah subhanahu wa taala berfirman:
قَالَ أَمَّا مَن ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُۥ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِۦ فَيُعَذِّبُهُۥ عَذَابًا نُّكْرًا وَأَمَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَـٰلِحًا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
“Berkata Dzulqarnain, ‘Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.’” [Q.S. Al Kahfi: 87-88].
Perkataan Dzulqarnain menunjukkan keadilan yang ditegakkan di kerajaannya. Dan ayat ini di antara dalil yang menunjukkan bahwa beliau seorang muslim. Seorang yang mengimani hari pembalasan dan seorang pemeluk tauhid.
Menuju Belahan Bumi Sebelah Timur
Seusai kemenangan demi kemenangan dalam perjalanannya menyisir belahan bumi bagian barat, Dzulqarnain mengarahkan pasukan untuk menjelajah negeri-negeri timur. Ia melanjutkan penjelajahan yang Allah subhanahu wa taala berkahi, perjalanan dengan risalah tauhid. Sampailah di ujung bumi paling timur dimana matahari terbit darinya.
Di negeri tersebut Dzulqarnain mendapati kaum yang tidak terlindungi dari panas matahari. Mereka tidak memiliki rumah-rumah tempat tinggal untuk berteduh. Mereka benar-benar tinggal di pedalaman, terpencil seperti binatang-binatang liar yang berlindung ke gua-gua. Terasing dari manusia lain. Ini menunjukan bahwa dia telah tiba di daerah yang belum pernah dijangkau penguasa mana pun.
Allah subhanahu wa taala berfirman:
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَّمْ نَجْعَل لَّهُم مِّن دُونِهَا سِتْرًا كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا
“Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur), dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan agi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah, dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.” [Q.S. Al Kahfi: 89-91].
Dalam perjalanannya ke arah timur pun, Dzulqarnain memberlakukan hukum seperti hukumnya dalam perjalanan di bumi bagian barat.
Dinding Kokoh Penghalang Ya’juj Ma’juj
Seusai beliau kuasai bagian timur bumi, beliau lanjutkan perjalanan hingga tiba di suatu tempat di antara dua gunung, di antara keduanya celah.
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ ٱلسَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا
“Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.” [Q.S. Al Kahfi: 92-93].
Berkata As Sa’di rahimahullah, “Keduanya adalah deretan pegunungan besar yang tinggi. Sambung menyambung di tempat yang luas itu, yaitu suatu dataran tinggi sampai laut sebelah timur dan barat di daerah Turki. Demikianlah disepakati para ahli tafsir dan ahli tarikh. Namun, kemudian mereka berselisih apakah pegunungan itu termasuk rangkaian gunung-gunung Qafqas (Kaukasus), atau yang lain di daerah Azerbaijan. Atau rangkaian gunung-gunung Tay atau gunung-gunung yang bersambung dengan tembok Cina di negeri Mongolia, dan inilah yang tampak.
Apa pun pendapat ulama tentang daerah yang diapit dua gunung itu, di tempat itulah Dzulqarnain menemukan suatu bangsa yang hampir tidak mengerti suatu bahasa pun. Karena asingnya bahasa mereka dan susahnya mereka memahami bahasa bangsa lain.” [Qashashul Anbiya, As Sa’di rahimahullah hal. 163].
Ada kebahagiaan terselip di hati kaum ketika berjumpa dengan Dzulqarnain, seorang raja shalih yang kuat. Mereka keluhkan kejelekan Ya’juj dan Ma’juj. Mereka mohon Dzulqarnain membuat penghalang yang menutupi jalan Ya’juj dan Ma’juj. Tidak lupa mereka tawarkan kepada Dzulqarnain imbalan atas pekerjaan yang akan dilakukan.
قَالُوا۟ يَـٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِى ٱلْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰٓ أَن تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
“Mereka berkata, ‘Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Mu’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?’” [Q.S. Al Kahfi: 94].
Dzulqarnain tidak mengharap imbalan. Beliau hanya meminta bantuan dalam membangun dinding kuat tersebut.
قَالَ مَا مَكَّنِّى فِيهِ رَبِّى خَيْرٌ فَأَعِينُونِى بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا
“Dzulqarnain berkata, ‘Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik. Maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kalian dan mereka.’” [Q.S. Al Kahfi: 95].
ءَاتُونِى زُبَرَ ٱلْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ ٱلصَّدَفَيْنِ قَالَ ٱنفُخُوا۟ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَعَلَهُۥ نَارًا قَالَ ءَاتُونِىٓ أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا فَمَا ٱسْطَـٰعُوٓا۟ أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا ٱسْتَطَـٰعُوا۟ لَهُۥ نَقْبًا
“Berilah aku potongan-potongan besi. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain, ‘Tiuplah (api itu).’ Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, ‘Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu.’ Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya.” [Q.S. Al Kahfi: 96-97].
Seusai pekerjaan besar itu, Dzulqarnain memandang hasil pekerjaan besarnya. Namun, tidak sedikit pun beliau bangga dan ujub. Ia kembalikan semuanya kepada keutamaan Allah subhanahu wa taala. Dengan penuh tawadhu, Dzulqarnain berkata seperti yang Allah subhanahu wa taala kabarkan:
قَالَ هَـٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّى
“Dzulqarnain berkata, ‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku.’” [Q.S. Al Kahfi:98].
Dinding itu demikian kokoh. Menghalangi Ya’juj Ma’juj hingga akhir zaman. Dinding itu terus menghalangi, hingga Allah subhanahu wa taala izinkan kehancurannya nanti di akhir zaman. Allah subhanahu wa taala berfirman:
فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّى جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّى حَقًّا
“Maka apabila sudah datang janji Rabbku, Dia akan menjadikannya hancur luluh. Dan janji Rabbku itu adalah benar.” [Q.S. Al Kahfi: 98].
Ya, dinding itu tidak kekal selamanya. Ada saat Allah izinkan Ya’juj dan Ma’juj menembusnya. Kehancurannya sebagai tanda akan segera tegaknya hari kiamat. Allah subhanahu wa taala berfirman:
حَتَّىٰٓ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُم مِّن كُلِّ حَدَبٍ يَنسِلُونَ
“Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” [Q.S. Al-Anbiya’: 96].
Faedah-faedah Kisah:
Kisah Dzulqarnain adalah dalil kenabian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yahudi berkata kepada Musyrikin, bahwa pertanyaan ini tidak ada yang mampu menjawabnya kecuali seorang Nabi.
Kisah Dzulqarnain sesungguhnya masyhur di kalangan Ahlul kitab. Meskipun banyak ketidakjelasan mengitari kisah tersebut.
Kemukjizatan Al-Quran sebagai kitab yang mengabarkan berita-berita ghaib.
Rasul tidak tahu perkara ghaib. Beliau hanya membacakan dan menyampaikan apa yang Allah wahyukan.
Di antara model pertanyaan yang diajukan kepada seorang alim adalah pertanyaan menguji, bukan untuk mencari kebenaran. Yang seperti ini tercela. Sebagaimana pertanyaan musyrikin yang diajukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Dzulqarnain.
Kekuasaan, kemuliaan adalah dari Allah subhanahu wa taala. Dia yang memberi, Dia pula yang mencabutnya.
Menempuh sebab-sebab yang disyariatkan untuk tercapainya sebuah cita-cita dan tujuan mulia.
Wajib bagi seorang hamba menyandarkan semua nikmat dan kebaikan kepada Allah. Lihatlah perkataan Dzulqarnain, lihat pula perkataan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam ketika singgasana Ratu Saba’ diangkat dari Yaman ke Palestina dengan demikian cepatnya, sebelum mata berkedip. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam bersyukur seraya mengatakan:
قَالَ هَـٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
“Ini adalah salah satu karunia Rabbku kepadaku, untuk mencoba apakah aku bersyukur atas karunia-Nya itu atau mengingkari-Nya.” [Q.S. An Naml: 40].
Kisah Dzulqarnain adalah contoh figur penguasa yang adil, tawadhu’, dan jauh dari kibr (kesombongan).
Bolehnya menjadikan upah atas pekerjaan.
Disyariatkannya ta’awun (saling membantu) dalam kebaikan.
Balasan sesuai dengan amalan.
Kisah Dzulqarnain adalah di antara dalil adanya karamah bagi wali-wali Allah. Di antara karamah Dzulqarnain; membangun dinding penghalang Ya’juj Ma’juj yang sangat kokoh hingga hari kiamat. Allahu a’lam.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 6 vol.01 1434H/2013M rubrik Samawi. Pemateri: Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.