Fikroh.com – Serangan pria bersenjata pada Senin (2/11) di Wina, Austria telah menewaskan setidaknya empat orang dan 23 lainnya luka-luka. Tersangka Kujtim Fejzulai (20 tahun) kemudian ditembak mati polisi sembilan menit setelah serangan terjadi.
Pelaku adalah seorang warga Makedonia berkebangsaan Austria. Dia telah didakwa dan dipenjara pada April 2019 karena berusaha melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS, tetapi dia dibebaskan lebih awal pada Desember 2019.
Di tengah serangan rupanya terdapat beberapa orang Muslim yang turut menjadi pahlawan dalam menyelamatkan nyawa orang-orang ketika itu. Salah seorang Muslim bernama Osama Abu El-Hosna dan rekannya saat itu hendak meninggalkan Schwedenplatz, alun-alun pusat Wina dan menuju McDonald’s, tempat mereka bekerja.
Wina di malam lockdown kedua kala itu begitu hangat dan sibuk. Orang-orang bertemu di bar dan restoran sebelum aturan jarak sosial baru diberlakukan. Tiba-tiba terdengar suara tembakan.
“Teroris itu berjarak 20 meter dari saya,” kata Hosna kepada Aljazirah melalui panggilan video, dilansir Kamis (5/11).
Ketika dua polisi datang membantunya, penyerang menembaki mereka dan memukul seorang petugas. Hosna, yang berlatar belakang Palestina, dan rekannya merunduk di balik pohon, lalu berlindung di belakang bangku beton.
“Kami menarik petugas yang terluka itu ke samping. Saya segera mencari lukanya dan mencoba menghentikan pendarahan dengan tangan saya. Itu tidak membantu. Jadi, saya melepas sweater saya dan mencoba menghentikan pendarahan dengan itu. Setelah 15 menit ambulans datang,” ujar Hosna.
Ia menceritakan, sang pembunuh saat itu masih di dekat sana. Ia kemudian pergi ke ambulans, tetapi mereka semua kaget dan mereka tidak bisa bergerak. Hosna lantas kembali ke polisi.
Kedua pemuda itu adalah Mikail Ozen (25) dan Recep Gultekin (21), dua petarung bela diri campuran Wina (MMA) berlatar belakang keluarga Turki. Setelah membantu seorang wanita tua, mereka melihat polisi yang terluka itu.
Sebuah video ponsel yang direkam dari balkon menunjukkan kedua pemuda itu berlari di belakang pintu masuk kereta bawah tanah saat tembakan terus dilepaskan. “Saya akan melakukan hal yang sama lagi seperti yang saya lakukan saat itu,” kata Ozen kepada Aljazirah melalui telepon pada Selasa, usai baru kembali dari pertemuan dengan wali kota Wina, yang berterima kasih kepada kedua pria tersebut atas keberanian mereka.
Ozen awalnya tidak mau mengomentari perbuatan heroiknya. Tetapi setelah video balkon menjadi viral, dia dan Gultekin dituduh oleh beberapa orang di media sosial terlibat dalam serangan itu.
Pada malam penyerangan, ada pembicaraan berulang tentang berbagai TKP dan beberapa penyerang, yang masih belum ada bukti. Ozen mengatakan, tiba-tiba media sosial melaporkan teroris Turki juga terlibat. Untuk meluruskan, ia dan Gultekin mengunggah pernyataan video di akun Instagram mereka, dengan judul “Menyelamatkan seorang wanita dan seorang polisi.”
“Kami Muslim asal Turki mengutuk segala jenis teror. Kami tinggal di Austria, kami adalah warga Austria. Kami tidak tertarik dengan politik lain di luar negeri. Kami telah melakukan apa yang diperlukan. Kami senang bisa menyelamatkan petugas polisi itu dan dia masih hidup,” kata Ozen.
Namun hanya dua hari setelah serangan itu, mereka kembali mendapat kritikan. Setelah Turki memujinya, tangkapan layar foto dan pernyataan lama dari akun Facebook dan Instagram mereka dibagikan, menunjukkan bahwa keduanya dekat dengan organisasi ultranasionalis Turki, Grey Wolves.
Sementara itu, satu gambar dari 2016 menunjukkan salah satu dari mereka melakukan apa yang disebut salam serigala dengan tangan mereka. Yuksek mengatakan di klub MMA mereka, mereka bertarung dalam tim serigala, dan itulah mengapa mereka membuat tanda demikian.
“Mereka menyesali unggahan mereka di masa lalu. Tapi tidak bisa diterima jika menjatuhkan orang-orang muda yang sangat berani ini,” ujarnya.
Setelah penyerangan, Komunitas Agama Islam di Austria (IGGO), yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan urusan agama umat Islam yang tinggal di Austria, telah menyatakan solidaritasnya kepada para korban.
“Pelaku tidak berasal dari komunitas langsung agama kami,” kata presiden IGGO, Umit Vural.
Juru bicara komunitas itu, Valerie Mussa, mengatakan mereka terkejut ketika mendengar perihal kasus itu. Dia khawatir komunitas Muslim akan dihakimi secara kolektif.
Ia mengaku mendapat laporan pertama tentang coretan di dinding yang bersifat ofensif di masjid-masjid dan fasadnya. Ia juga mendapat laporan pertama tentang serangan rasis, penghinaan di jalan-jalan, terutama terhadap wanita Muslim yang terlihat mengenakan jilbab.
“Kami telah menerima surat kebencian pertama di sini. Di komunitas kami, ada anak muda yang lahir di sini, tetapi mereka tidak merasa sebagai bagian dari masyarakat. Anak-anak muda ini membutuhkan prospek dan pendidikan. Dan mereka perlu dibaurkan ke tengah masyarakat. Ketika mereka berada di tengah-tengah masyarakat, masyarakat tidak dapat terpecah,” kata Mussa.
Hosna sendiri, yang merupakan manajer muda McDonald’s, mengatakan dia sebelumnya pernah menjadi korban islamofobia. Setelah bertahun-tahun tinggal di Wina, keluarganya yang berasal dari Palestina ingin membeli rumah di kotamadya Weikendorf. Tetapi rencana mereka tidak berhasil.
Pemerintah kota mengatakan tidak tertarik pada keluarga pindahan. Mereka mengatakan, Muslim tidak akan cocok dengan Weikendorf.
Kasus ini kemudian dibawa ke pengadilan tertinggi. Akhirnya, keluarga Hosna menang. Hari ini, dia berharap orang-orang berpikiran lebih terbuka.