Fikroh.com – Al-Wasilah menurut bahasa Arab berarti mendekatkan diri kepada Allah dan ta’at kepada-Nya. Sarana untuk mencapai sesuatu dan mendekatkan diri kepadanya, seperti perkataan, “Si Fulan bertawassul kepada Allah عزّوجلّ dengan Wasilah” yakni dia melakukan suatu amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Yasilu, waslan, wa tausiilan wa tawassulan ialah menyukai sesuatu dan mendekatkan diri kepadanya.
Ar-Raghib al-Ashfahani berkata, “Al-Wasilah artinya sampai kepada sesuatu dengan kehendak yang kuat.
Firman Allah عزّوجلّ,
وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (QS. al-Maa’idah/5: 35).
Hakikat wasilah kepada Allah ialah memelihara dan memperhatikan jalan menuju Allah dengan ilmu, ibadah dan menjaga kemuliaan syariatnya.
Al-Wasil artinya yang mendekatkan diri, yaitu yang berkehendak kepada Allah.
Arti dari firman Allah عزّوجلّ dalam surat al-Maa’idah ayat 35 ialah dekatkanlah dirimu kepada Allah dengan ta’at kepada-Nya, dan beramal dengan pekerjaan yang diridhai-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/53).
Tawassul yang dibenarkan syari’at Islam ada tiga macam:
Yang Pertama:
Tawassul Dalam Berdo’a Dengan Menggunakan Nama-nama Allah عزّوجلّ atau Sifat-sifat-Nya.
Seperti ucapan orang yang berdo’a, “Ya Allah, Aku memohon kepada-Mu bahwa Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, aku memohon keselamatan”, atau “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau dengan rahmat-Mu yang meliputi segalanya, kasihi saya, dan ampuni saya.” Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ,
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu.” (QS. al-A’raf/7: 180).
Dan do’a Nabi Sulaiman عليه السلام di dalam al-Qur’an melalui firman-Nya,
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“Ya Rabbku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih. “(QS. An-Naml/27: 19).
Dari Abdullah Ibnu Buraidah yang bersumber dari bapaknya yang mengatakan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mendengar seorang laki-laki berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa Engkau-lah Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Tuhan Yang Maha Tunggal, Yang dapat memenuhi hajat hamba-Nya, yang tidak beranak dan tidak pula dilahirkan, dan tiada pula bagi-Mu sesuatu apapun yang dapat dijadikan perbandingan.” Katanya: Maka Rasul pun bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ سَأَلَ اللَّهَ بِاسْمِهِ الْأَعْظَمِ الَّذِي وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ وَ إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى. وفي رواية: لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بِاسْمِهِ الْأَعْظَمِ
“Demi nyawaku yang berada dalam genggaman-Nya, sungguh ia telah meminta kepada Allah dengan nama-Nya Yang Agung, yang apabila memohon dengan menggunakan nama tersebut pasti dikabulkan, dan apabila meminta dengan nama itu pasti diberi-Nya. ” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Majah) Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kamu telah meminta kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia dengan nama-Nya Yang paling Agung.”
Anas Ibnu Malik رضي الله عنه bercerita, “Ketika beliau sedang duduk-duduk bersama Nabi صلى الله عليه وسلم, ada seorang lelaki sedang shalat kemudian membaca do’a, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau, hanya bagi-Mu-lah segala pujian tiada Tuhan yang sebenarnya melainkan Engkau, wahai Tuhan, Yang Maha Pemberi, Yang menjadikan langit dan bumi, wahai Tuhan, Yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan, wahai Tuhan, yang senantiasa hidup dan berdiri sendiri.” Maka Nabi صلى الله عليه وسلم pun bersabda,
لَقَدْ سَأَلَ اللَّهَ بِاسْمِهِ الْأَعْظَمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى
“Sungguh ia telah memohon kepada Allah dengan nama-Nya Yang Agung yang apabila berdo’a dengan menggunakan nama tersebut pasti dikabulkan dan apabila meminta dengan nama itu pasti diberinya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Mihjan Ibnu Adra’ رضي الله عنه menceritakan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم masuk kedalam mesjid, ketika itu Rasul صلى الله عليه وسلم mendapati seorang laki-laki hampir menyelesaikan shalatnya, yaitu sedang dalam Tasyahhud akhir, laki-laki itu membaca do’a, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau, Ya Allah, Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Tunggal, Yang dapat memenuhi hajat segala hamba-Nya, Yang tidak beranak dan tidak dilahirkan dan tiada bagi-Nya sesuatu apapun yang dapat dijadikan perbandingan, Aku memohon ampunan dari segala dosa-dosaku, sesungguhnya hanya Engkau Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” Maka Rasul-pun bersabda,
قَدْ عُفِرَ لَهُ، قَدْ عُفِرَ لَهُ، قَدْ عُفِرَ لَهُ.
“Sungguh dia telah diampuni, sungguh dia telah diampuni, sungguh dia telah diampuni. ” (HR. Ahmad).
Sa’ad رضي الله عنه meriwayatkan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
دَعْوَةُ ذِي النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنْ الظَّالِمِينَ فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ
“Do’a Dzin-Nun (Nabi Yunus عليه السلام) ketika ia berdo’a di dalam perut ikan, ‘Tiada Tuhan melainkan Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku adalah orang yang menganiaya diri sendiri.” Sesungguhnya tidaklah berdo’a orang Muslim dengan do’a tersebut untuk memohon sesuatu melainkan pasti Allah kabulkan.” (HR. at-Tirmidzi).
Yang Kedua:
Tawassul Kepada Allah عزّوجلّ Dengan Amal Shalih yang Pernah Dilakukan.
Seperti seorang Muslim berkata, “Ya Allah, berkat imanku kepada Engkau, atau cintaku kepada Engkau, atau karena aku mematuhi Rasul-Mu, ampunilah dosaku.” Atau seperti ungkapan, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau, dengan cintaku kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan imanku kepadanya bebaskanlah aku dari kesusahan.”
Termasuk tawassul macam ini adalah seseorang berdo’a dengan menyebut amal shalih yang pernah dilakukan, yang di dalam melakukan amalnya itu dia takut kepada Allah, takwa kepada-Nya, lebih mengutamakan Allah dari segalanya, taat kepada Allah Yang Maha Mulia, kemudian bertawassul dengan amal itu di dalam do’anya, agar lebih terbuka peluang untuk diterima dan dikabulkan.
Adapun dalil atas disyari’atkannya tawassul tersebut adalah firman Allah عزّوجلّ,
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(Yaitu) orang-orang yang berdo’a: “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran/3: 16).
Dan Firman Allah عزّوجلّ,
رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ
“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah).” (QS. Ali Imran/3: 53).
Hadits yang menceritakan tentang sekelompok pemuda yang tersesat di dalam gua, yang masing-masing menyatakan dan mengemukakan amal shalih yang mereka perbuat untuk mendekatkan diri kepada Allah عزّوجلّ, hanya untuk mencari ridha dari Allah. Maka masing-masing bertawassul menyatakan amal shalih mereka, maka Allah perkenankan do’a mereka.
Yang Ketiga:
Tawassul Kepada Allah Melalui Do’a Orang Shalih yang Masih Hidup dan Hadir di Hadapannya.
Seperti seorang muslim tertimpa kesusahan yang hebat, atau musibah yang besar, dan ia sadar bahwa dirinya selama ini lalai mendekatkan diri kepada Allah, maka ia ingin mengambil perantara yang kuat menghubungkannya kepada Allah Ta’ala lantas ia pun pergi ke seseorang yang menurut keyakinannya soleh dan bertakwa, banyak kebaikannya, mengerti masalah al-Qur’an dan as-Sunnah, lalu ia pun meminta kepada orang shaleh tersebut untuk dido’akan kepada Allah عزّوجلّ agar menghilangkan kesusahannya, dan mengakhiri kedukaannya. Seperti yang diriwayatkan Anas Ibnu Malik رضي الله عنه:
“Kemarau panjang telah menimpa manusia di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم, maka sewaktu Nabi صلى الله عليه وسلم sedang berkhotbah di hari Jum’at, berdirilah seorang Arab Badui sembari berkata, ‘Wahai Rasulullah, harta benda sudah binasa, sanak keluarga kela-aran, maka do’akanlah untuk kami kepada Allah عزّوجلّ. Maka Rasulullah-pun mengangkat kedua tangannya kemudian membaca do’a:
اَللَّهُمَّ أَغِثْنَ، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَ، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَ.
“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, ya Allah turunkanlah hujan kepada kami.”
Kami tidak melihat adanya gumpalan awan di langit, -demi nyawaku yang berada dalam genggaman-Nya- tidaklah Rasul صلى الله عليه وسلم menurunkan tangannya sampai gumpalan awan datang seperti gunung kemudian Rasulullah tidak turun dari mimbarnya sampai aku lihat hujan turun membasahi janggut Rasulullah صلى الله عليه وسلم, hujan berlanjut pada hari itu, dan besok harinya, dan hari berikutnya, dan berikutnya, sampai hari Jumat berikutnya dan orang Arab badui itu kembali berdiri atau orang lain sembari berkata, ‘Wahai Rasulullah, bangunan telah roboh, harta benda tenggelam, maka berdo’alah kepada Allah untuk kami,’ lantas Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya dan berdo’a:
اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا
“Ya Allah, ke sekitar kami jangan timpakan kepada kami.”
Maka tidak memberi isyarat Rasulullah dengan tangannya ke arah awan kecuali awan bergeser (menjadi cerah) sehingga kota Madinah seperti di tengah lubang besar. Lembah dialiri air selokan demikian juga, selama sebulan, tidak ada seseorang yang datang dari pinggir kota kecuali berbicara soal hujan lebat itu. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Sebagai contoh dari tawassul, permohonan Abu Hurairah رضي الله عنه kepada Nabi صلى الله عليه وسلم agar mendo’akan ibunya supaya mendapat hidayah, masuk ke agama Islam, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun mendo’akannya kemudian Allah memberi hidayah (akhirnya ibunya masuk Islam). (HR. Muslim).
Contoh lain, bahwa Umar Ibnu Khaththab رضي الله عنه pernah meminta al-Abbas paman Nabi صلى الله عليه وسلم [ketika nabi sudah wafat] agar mendo’akan kepada Allah عزّوجلّ untuk mereka supaya Allah turunkan hujan kepada mereka, maka Allah turunkan hujan kepada mereka. (HR. al-Bukhari).
Begitu pula perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Umar رضي الله عنه:
يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ
“Akan datang kepada kamu Uwais Ibnu Amir beserta rombongan dari Yaman, dari Murad kemudian Qarn. Dulu ia terkena penyakit supak kemudian Allah sembuhkan kecuali sebesar uang logam, ia masih memiliki ibu dan ia sangat patuh kepadanya, seandainya ia bersumpah dengan nama Allah, niscaya Allah berikan, kalau kamu bisa agar ia memohonkan ampun untukmu, mintalah!” (HR. Muslim).
Oleh :Syaikh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani. Disalin dari; AGAR DOA DIKABULKAN Berdasarkan al-Qur’an & As-Sunnah