Fikroh.com – Perkataan para ulama adalah kepingan emas yang sangat berharaga. Nasehat ulama adalah air jernih yang menghilangkan dahaga. Ia abadi melebihi pengucapnya. Ia terpatri dalam lubuk hati para pendengarnya.
Mengejawentah petuah-petuah ulama akan menyelamatkan dan menentramkan jiwa. Karena ia keluar dari lisan-lisan yang terjaga dan hati yang bersih dari dosa.
Berikut ini kumpulan kalam dan nasihat ulama yang sangat berharga sayang jika tak dibaca dan diamalkan. Kumpulan nasehat ini dimaksudkan agar mudah bagi para pembaca menggali kedalaman ilmu para penulisnya melalui pesan singkat yang menggugah.
#1. Sebab Kerusakan Akal Manusia
Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata:
ما عارض أحد الوحي بعقله إلا أفسد الله عليه عقله حتى يقول ما يضحك منه العقلاء.
“Tidak ada seorangpun yang menentang wahyu (al-Quran dan Sunnah) dengan akalnya kecuali Allah akan menjadikan akalnya rusak hingga akhirnya dia mengucapkan satu ucapan yang ditertawakan oleh orang-orang yang berakal.”
[Mukhtashar Ashawa’iq, jilid, 2, hlm. 376]
#2. Sebab Tentram dan Suasana Tenang
Al-Imam al-Mizzi rahimahullah mengatakan:
«لو سكت مٓنْ لا يدري لاستراحٓ وأراح؛ وقلَّ الخطأ وكثُر الصَّواب»
“Seandainya orang yang tidak tahu ilmu itu diam, niscaya dia akan tentram dan membuat suasana tenang, akan sedikit kesalahan dan akan banyak kebenaran.”
[Tahdzibul Kamal, jilid 4, hlm. 326]
#3. Allah yang Akan Mencukupi Para Penuntut Ilmu
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata,
لما أردت أن أطلب العلم قلت: يا رب إنه لابد لي من معيشة ورأيت العلم يدرس فقلت: أفرغ نفسي لطلبه، وقال: وسألت ربي الكفاية والتشاغل لطلب العلم فما رأيت إلا ما أحب إلى يومي هذا
“Ketika aku hendak menuntut ilmu, aku bergumam, “Ya Rabb, sesungguhnya aku harus memiliki mata pencaharian. Sementara itu, aku melihat bahwa ilmu agama di zaman ini sudah mulai berkurang.”
Lalu, aku mengatakan kepada diriku sendiri, “Wahai jiwaku, fokuslah untuk menuntut ilmu.”
Kemudian beliau berkata, “Lalu, aku memohon kecukupan kepada Rabbku dan memohon untuk sibuk dengan menuntut ilmu. Setelah itu, aku tidak menjumpai selain apa yang aku cintai sampai hari ini.”
[Hilyatul Auliya, jilid 6, hlm. 370]
#4. Sifat Bakhil dalam Urusan Duniawi
Al-Imam Zainul ‘Abidin Ali bin Hussain rahimahullahu tabaaroka wata’ala:
إِنِّي لَأَسْتَحْيِي مِنَ اللَّهِ أَنْ أَرَى الْأَخَ مِنْ إِخْوَانِي، فَأَسْأَلُ اللَّهَ لَهُ الْجَنَّةَ، وَأَبْخَلَ عَلَيْهِ بِالدُّنْيَا، فَإِذَا كَانَ غَدًا قِيلَ لِي: لَوْ كَانَتْ الْجَنَّةُ بِيَدِكَ، لَكُنْتَ بِهَا أَبْخَلُ وَأَبْخِلُ.
“Sungguh aku merasa malu kepada Allah tatkala aku melihat salah seorang saudaraku yang aku mohonkan untuknya surga. Namun aku bakhil terhadapnya dalam urusan dunia. Aku malu, jikalau kelak dikatakan kepadaku: ‘Seandainya surga itu ada di tanganmu, tentu kamu akan sangat lebih bakhil (kikir) dengan surga tersebut.’”
[Siyar A’laamin Nubalaa, jilid 4, hlm. 394]
#5. Belajarlah Diam Seperti Engkau Belajar Bicara
Abu adz-Dzayyal rahimahullah berkata,
تَعَلُّمُ الصَّمْتَ كَمَا تَتَعَلَّمُ الْكَلَامَ، فَإِنْ يَكُنْ الْكَلَامُ يَهْدِيكَ، فَإِنَّ الصَّمْتَ يَقِيكَ، وَلَكَ فِي الصَّمْتِ خَصْلَتَانِ: تَأْخُذُ بِهِ عِلْمَ مَنْ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ، وَتَدْفَعُ بِهِ عَنْكَ مَنْ هُوَ أَجْدَلُ مِنْكَ.
“Belajarlah diam seperti engkau belajar bicara. Sebab, jika bicara tidak membimbingmu, sesungguhnya diam akan menjaga dirimu. Dengan diam, engkau akan mendapatkan dua hal: 1) engkau bisa mengambil ilmu dari orang yang lebih berilmu darimu, dan 2) engkau bisa menolak keburukan orang yang lebih pintar debat dari dirimu.”
[Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih, jilid 1, hlm. 550]
#6. Kebahagiaan adalah dengan Mengikuti Petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah mengatakan,
وَإِذَا كَانَتْ سَعَادَةُ الْعَبْدِ فِي الدَّارَيْنِ مُعَلّقَةً بِهَدْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَيَجِبُ عَلَى كُلِّ مَنْ نَصَحَ نَفْسَهُ وَأَحَبّ نَجَاتِهَا وَسَعَادَتَهَا أَنْ يَعْرِفَ مِنْ هَدْيِهِ وَسِيرَتِهِ وَشَأْنِهِ مَا يَخْرُجُ بِهِ عَنِ الْجَاهِلِينَ بِهِ وَيَدْخُلُ بِهِ فِي عِدَادِ أَتْبَاعِهِ وَشِيعَ وَحِزْبُهُ.
“Ketika kebahagiaan seorang hamba di dua negeri (dunia dan akhirat) tergantung pada petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadi suatu kewajiban atas setiap orang yang mengharap kebaikan untuk dirinya dan mencintai keselamatan dan kebahagiaan jiwanya untuk mengenal petunjuk Nabi dan perjalanan hidupnya serta bimbingannya. Dengan begitu, dia bisa keluar dari golongan orang yang tidak peduli dan tidak mengenal beliau. Dengan itu pula, dia termasuk pengikut Nabi dan golongan beliau.”
وَالنَّاسُ فِي هَذَا بَيْنَ مُسْتَقِلٍّ وَمُسْتَكْثَرٍ وَمَحْرُومٍ، وَالْفَضْلُ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاَللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ.
“Dalam hal ini, manusia terbagi tiga macam. Ada yang mendapatkan bagian yang sedikt. Ada pula yang mendapatkan bagian banyak. Namun, ada juga yang tidak mendapatkan bagian sedikit pun. Keutamaan ada di tangan Allah. Dia berikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Allah lah Sang Pemilik keutamaan yang besar.”
[Zadul Ma’ad Fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, jilid 1, hlm. 68]
#7. Tidak Semua Ucapan Orang yang Sesat Perlu Ditanggapi
Al-Imam al-Ajurry rahimahullah berkata,
«سُكُوتُكَ عَنْهُمْ وَهِجْرَتُكَ لَمَّا تَكَلَّمُوا بِهِ أَشَدَّ عَلَيْهِمْ مِنْ مُنَاظَرَتِكَ لَهُمْ»
“Engkau mendiamkan mereka dan menjauhi apa yang mereka bicarakan, lebih menyakitkan bagi mereka daripada engkau mendebat mereka.”
[Asy-Syar’iah, jilid 1, hlm. 451]
#8. Hakikat Musibah
Abdullah bin Sulaiman rahimahullāh berkata:
“لَيْسَتْ الْمُصِيبَةُ أَنْ يُصَابَ الْإِنْسَانُ بِنَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ أَوْ وَلَدِهِ، وَإِنَّمَا الْمُصِيبَةُ الْعَظِيمَةُ، وَالْكَسْرُ الَّذِي لَا يَنْجَبِرُ، أَنْ يُصَابَ الْإِنْسَانُ بِدِينِهِ، فَيَحِلُّ الشَّكُّ مَحَلَّ الْيَقِينِ، فَيَرَى الْبَاطِلُ حَقًّا، وَالْحَقُّ بَاطِلًا، وَالْمَعْرُوفُ مُنْكَرًا، وَالْمُنْكَرُ مَعْرُوفًا.”
“Bukanlah musibah itu apa yang menimpa jiwa seseorang ataupun hartanya ataupun anaknya. Tidak lain musibah yang besar dan keretakan yang tidak bisa ditambal adalah apa yang menimpa agamanya, sehingga diapun ditimpa keraguan setelah keyakinannya, melihat kebathilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebathilan, memandang perkara yang ma’ruf sebagai kemungkaran dan kemungkaran sebagai perkara yang ma’ruf.”
[ad-Durarus Saniyyah, jilid 15, hlm. 466]
#9. Menjaga Lisan, Jalan Keselamatan
Syamith bin Ajlan rahimahullah berkata,
يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا سَكَتَّ فَأَنْتَ سَالِمٌ، فَإِذَا تَكَلَّمْتَ فَخُذْ حِذْرَكَ إِمَّا لَكَ وَإِمَّا عَلَيْكَ.
“Wahai anak Adam, sesungguhnya selama engkau diam, engkau selamat. Jadi, jika engkau akan berbicara, waspadalah. Bisa jadi, ucapanmu akan bermanfaat bagimu, bisa jadi pula akan membahayakan dirimu.”
[Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 249]
#10. Renungkan dalam Hati Sebelum Berucap
Al-Hafizh an-Nawawiy rahimahullah berkata:
“وَ يَنْبَغِي لِمَنْ أَرَادَ النُّطْقَ بِكَلِمَةٍ أَوْ كَلَامٍ؛ أَنْ يَتَدَبَّرَهُ فِي نَفْسِهِ قَبْلَ نُطْقِهِ، فَإِنْ ظَهَرَتْ مَصْلَحَتُهُ تَكَلَّمَ وَ إِلَّا أَمْسَكَ”
“Sepantasnya bagi seorang yang hendak berucap dengan sebuah kata atau kalimat hendaknya dirinya merenungi dalam hatinya sebelum berucap. Bila nampak baginya kemaslahatan ucapannya itu maka diucapkan olehnya dan bila sebaliknya maka hendaknya dia menahan diri dari berucap.”
[Syarah Shahih Muslim, jilid 18, hlm. 117]
#11. Pangkal Dusta dan Kezaliman
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
كُلُّ مَنْ خَالَفَ طَرِيقَ الْأَنْبِيَاءِ لَا بُدَّ لَهُ مِنْ الْكَذِبِ وَالظُّلْمِ؛ إِمَّا عَمْدًا أَوْ جَهْلًا.
“Semua orang yang menyelisihi jalan para nabi pasti berdusta dan berbuat zalim, baik dengan sengaja maupun karena tidak tahu.”
[an-Nubuwwat, jilid 2, hlm. 1032]
Demikian sebagian dari nasehat para ulama yang berhasil kami himpun. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Aamiin
Sumber: Kumpulan Kisah dan Quote Ulama:: https://telegram.me/kisahulama