Fatwapedia.com – Kita sering menemukan berbagai tips membahagiakan suami dalam bentuk artikel maupun video yang beredar di internet. Kebahagiaan suami akan memberikan pengaruh positif dalam kehidupan rumah tangga. Dan sebaliknya, saat suasana hati suami jauh dari kebahagiaan kerap kali memicu berbagai persoalan dalam biduk rumah tangga. Lantas bagaimana islam memberi solusi pada istri agar dapat membahagiakan suami? Simak ulasannya dibawah ini :
Pertama, Memberikan kepada suami hak-hak al-Qawamah (kepemimpinan) secara mutlak, memberikan kepadanya ketaatan penuh dan berusaha tidak berbeda dengannya, baik dalam pendapat, diskusi dan tindakan.
Wanita shalihah mengerti bahwa semua lelaki marah bila kepemimpinannya disaingi. Terngiang dalam telinganya wasiat-wasiat seorang perempuan Arab dahulu kepada anaknya pada malam pernikahannya, terlebih wasiat yang mengenai bagaimana seharusnya sikap seorang istri kepada suaminya. Dia berwasiat, “….. Jadilah engkau sebagai budaknya, niscaya ia akan menjadi budakmu. Dan jadilah bumi pijakannya, niscaya dia menjadi langit yang menaungimu…….”. ketika seorang istri ingin suaminya menjadi langitnya yang menaunginya dari panasnya kehidupan, maka hendaknya dia menjadi bumi yang menahan bebannya tanpa mengeluh dan bosan. Jika dia ingin agar suaminya menggelontorkan hujan kebaikan dan pemberian, maka dia harus berada di bawahnya menjadi bumi yang siap menerima bunga-bunga pemberian. Jika bumi menanggung beban suami, maka hati suami menjadi halus, mencair dan tanpa dikomando dia bersimpuh karena terpengaruh dengan ketaatan sang istri kepadanya. Dalam sebuah peribahasa disebutkan, “Istri yang cerdik adalah istri yang berusaha memperbudak suaminya dengan ketaatannya.” Wanita shahlihah dapat menerjemahkan arti bumi dalam kehidupannya, agar dia mendapat semua pemberian dan anugrrah langit. Kesempurnaan seorang wanita shalihah terletak pada ketawadhuan dan kepatuhan kepada suaminya. Semakin dia patuh, maka dia semakin sempurna. Dan semakin membangkang, maka semakin jauh dari kesempurnaan.
Contoh yang paling baik dalam masalah kepatuhan seorang istri kepada suaminya adalah kepatuhan para wanita mulia nan sempurna yang pernah mengukir sejarah manusia. Jika sang istri ingin agar mendapatkan pemberian suami, maka dia harus benar-benar menjadi miliknya. Bukankah setiap wanita bernama hawa yang ingin selalu dimiliki?
Kedua, Wanita shalihah adalah seorang perempuan sampai darah penghabisan.
Sifat kewanitaan adalah sebuah makna yang tidak dapat dirasakan kecuali dengan mendekat, mencintai, manja, centil, melayani, dan patuh. Dengan sifat-sifat ini sempurnalah keperempuanan seorang wanita, suatu kombinasi kesempurnaan yang mampu menawan seorang laki-laki. Kaum lelaki sangat haus akan kelembutan dan keperawanan yang dapat menyempurnakan kelelakian mereka. Jika kecantikan seorang wanita pada pakaian, rambut dan raut mukanya saja dapat menarik sang suami, maka kecantikan rasa malu dan keindahan menjaga diri jauh lebih menarik hati mereka. Sebagian perempuan merasa bersalah ketika mendapati dirinya berperilaku seperti laki-laki dan memiliki keberanian laki-laki atau tomboi. Merupakan suatu aib bagi seorang laki-laki bila dia banci, begitu juga aib bagi perempuan yang tomboi. Sangat disayangkan, pemahaman ini hilang dari banyak kaum hawa pada saat ini.
Ketiga, Suami senang bila istrinya dapat menjaga dirinya dan hartanya.
Istri yang shalihah tidak rela orang-orang durjana menikmati tubuhnya. Dia menjaga kecemburuan suaminya, sebagaimana memelihara hartanya dari kerusakan dan kehilangan.
Keempat, Kaum laki-laki mengidamkan sosok istri yang pintar menggoda.
Wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Jabir bin Abdullah ketika menikahi janda, “Kenapa tidak menikahi seorang perawan yang dapat menggoda dan digoda.” (Muttafaq Alaih)
Sebagian istri menjadi korban dari pemahaman-pemahaman yang salah bahwa dia akan gagal menjadi wanita jika dapat mengangkat derajat suaminya, patuh kepadanya dan menyangka bahwa tunduk, mencintai dan lembut dalam berbicara merupakan kehinaan dan hilangnya harga diri, dan mengira bahwa kasar dan tegas dapat menjamin hak-hak mereka dan mengangkat martabat mereka. Ingat, sesungguhnya kunci utama berinteraksi dengan suami adalah kelembutan, bukan kekerasan. Keras dan tegas adalah senjata kaum laki-laki untuk melawan kekosongan hari-hari mereka setiap saat.
Kelima, Kaum laki-laki senang atas pujian-pujian istrinya.
Kata-kata indah dan penuh pujian akan membuat mereka mabuk kepayang. Mereka lebih senang menunjukkan kelemahan dan sisa-sisa sifat kekanak-kanakannya kepada perempuan yang mengerti bagaimana memenuhi khayalan mereka dan melejitkan perasaan mereka bahwa suaminya adalah laki-laki yang paling baik dan paling sempurna. Dengan cara cerdas ini, istri sewmakin dekat dengan suami, menambah kecintaannya dan mendapatkan keinginannya. Triknya adalah dimulai dari akal dan hati, dan berakhir dengan sedikit permintaan. Salah satu kunci sukses di tangan wanita shalihah adalah memperlakukan suami layaknya seorang anak. Meskipun demikian, ada juga laki-laki yang perasa, sehingga pujian dianggap sebagai alat merampas dan bahan untuk mengolok-oloknya. Namun, jenis ini hanya dimiliki sebagian kecil.
Keenam, Suami lebih senang mendapatkan penghormatan di rumah dan tamunya dimuliakan.
Seorang istri yang tidak pernah menyambut suaminya ketika datang, tidak senang dengan kedatangan tamunya dan tidak memuliakannya, maka tidak sebanding dengan nafkah tinggi yang diberikan kepadanya.
Ketujuh, Suami lebih mengidamkan perempuan yang pandai menyimpan rahasia.
Istri shalihah tidak pernah membicarakan tentang suaminya di depan keluarganya, kecuali kebaikannya. Dia tidak membanggakannya di depan teman-temannya agar membuat iri dengan menceritakan semua gerak-geriknya. Seseorang ketika di dalam rumah tentu berbeda dengan ketika berada di luar rumah. Perbedaan ini adalah hal spesial yang mesti harus tetap menjadi rahasia yang terpendam. Namun, ketika kehinaan telah memuncak, maka istri mulai membeberkan kehidupan ranjang mereka berdua. Wanita lautan senantiasa menjaga kehidupan sosial suaminya. Allah Ta’ala berfirman, “Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).” (QS. An-Nisa’: 34) Tidak boleh bagi seorang istri mengumbar rahasia keluarga, kecuali di hadapan seorang hakim. Termasuk penipuan rahasia adalah jika seorang istri mengadukan suaminya karena kesalahan di depan orang yang berhak, tetapi dia membuka hal-hal rahasia yang tidak terkait sama sekali dengan hal yang diadukan, tidak pantas membukanya di tempat tersebut dan tidak berpengaruh dalam menyelesaikan masalah. Dia menggunakannya dengan cara yang sedikit memutar dan penuh dengan isyarat agar argumentasinya kuat dan orang yang berada di depannya tertipu. Terkait tujuannya, hanya Allah Dzat Yang Maha Mengetahui hal yang rahasia dan samar.