Fikroh.com – Sebelumnya, saya mohon maaf kepada pihak yang tidak setuju dengan pemikiran saya. Dalam tulisan ini saya ingin sedikit menyampaikan isi kepala saya kepada sahabat-sahabat sekalian. Tentunya dengan narasi yang sopan dan tanpa ujaran kebencian.
Saya resah dengan konten YouTube yang diupload oleh NU Channel dan GMNU TV dengan judul “Merah Putih vs Radikalisme”. Tentu saya tidak ingin menyerang NU. Bagaimanapun NU adalah organisasi Islam besar yang harus kita hormati. NU adalah organisasi yang dicintai banyak saudara kita, umat Nabi Muhammad.
Dalam konten itu menampilkan wanita bercadar yang berperan sebagai wanita radikal anti NKRI. Di sini letak keresahan saya. Apa hubungannya cadar dengan radikalisme? Apa cadar identik dengan radikal? Kenapa icon radikal harus diperankan oleh saudari kita yang bercadar?
Jelas sekali bahwa cadar bukan atribut khas radikal. Cadar juga bukan ciri-ciri radikal. Bukan pula icon radikal yang harus kita singkirkan. Ciri-ciri radikal itu biasanya mudah mengafirkan. Bukan bercadar.
Antipati kepada cadar ini perlu kita luruskan. Bukankah dalam dalam Mazhab Syafi’i aurat wanita di hadapan laki-laki yang bukan mahrom adalah seluruh badanya, bahkan hingga wajah dan telapak tangannya pula. Tentang wajah dan telapak tangan memang terjadi khilaf, terjadi perbedaan ulama. Tapi menurut pendapat yang lebih dikuatkan (Qoul Ashoh), wajah dan telapak tangan adalah aurat wanita dihadapan pria yang bukana maromnya.
Saya kutipkan ibarotnya:
وَهَذِهِ عَوْرَتُهَا فِي الصَّلَاةِ، وَأَمَّا عَوْرَتُهَا عِنْدَ النِّسَاءِ الْمُسْلِمَاتِ مُطْلَقًا وَعِنْدَ الرِّجَالِ الْمَحَارِمِ فَمَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَأَمَّا عِنْدَ الرِّجَالِ الْأَجَانِبِ فَجَمِيعُ الْبَدَنِ، وَأَمَّا عِنْدَ النِّسَاءِ الْكَافِرَاتِ فَقِيلَ جَمِيعُ بَدَنِهَا وَقِيلَ مَا عَدَا مَا يَبْدُو عِنْدَ الْمِهْنَةِ كَمَا سَيَأْتِي فِي النِّكَاحِ وَأَمَّا فِي الْخَلْوَةِ فَكَالْمَحَارِمِ وَقِيلَ كَالرَّجُلِ اهـ وَقَوْلُ اهـ ق ل عَلَى الْجَلَالِ.
[الجمل ,حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب ,1/411]
و حالة مع الأجانب : و عورتها كل البدن حتى الوجه و الكفين في الأصح (اه. الاشباه والنظائر)
Dengan demikian, seorang wanita boleh mengikuti pendapat yang menganggap wajah dan telapak tangan bukan aurat dan boleh mengikuti pendapat yang mengatakan keduanya adalah aurat. Notabenenya, sahabat kita yang memilih untuk mengikuti pendapat yang lebih dikuatkan memilih untuk memakai niqob atau cadar, untuk menutupi wajah yang menurut mereka adalah aurat, sebagaimana menurut pendapat yang lebih dikuatkan.
Selanjutnya, sikap kita kepada orang yang memakai cadar harus toleran. Kita perlu memuliakan mereka. Dan bagi saya, tidak baik menggiring opini publik dengan cara menampilkan pemeran wanita bercadar sebagai orang-orang radikal. Nah, dari siniliah konten yang ditanyangkan oleh NU Channel dan GMNU TV itu bagi saya adalah konten yang meresahkan. Yah. Jelas itu meresahkan bagi orang yang mengikuti pendapat yang lebih dikuatkan (Qoul Ashoh) bahwa aurat wanita dihadapan pria yang bukan mahromnya adalah seluruh badanya. Termasuk wajah dan telapak tangan. Salah satu media yang biasa digunakan untuk menutupi wajah itu adalah cadar.
Dalam teori kontra liberal, konten video itu pun rentan dimanfaatkan oleh oknum-oknum liberal. Saya tidak mengatakan video itu dibuat oleh orang Liberal. Ini perlu saya jelaskan agar tidak salah paham. Tapi sekali lagi, konten itu akan mudah dijadikan senjata oleh orang-orang Liberal. Kita tahu liberal saat ini sudah tidak berani menampakkan diri dengan memproklamirkan dirinya sebagai Islam Liberal. Kini mereka sudah lebih halus. Islam Liberal yang mereka gaungkan tidak berhasil memikat hati umat Islam. Akhirnya pegiat Liberal menyusup ke lembaga-lembaga besar. Bahkan bisa jadi mereka menyamar sebagai tokoh sufi.
Salah satu agenda yang dikampanyekan oleh agen Liberal adalah “Dekonstruksi Syariat”. Dekonstruksi Syariat adalah upaya untuk menjauhkan umat Nabi Muhammad dari syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis dan diproses oleh para Ulama yang mu’tabar. Kaum Liberal sering mengampanyekan hal ini dan film ini bisa menjadi bahan mereka untuk merombak kembali syariat aurat wanita yang sudah tertera dalam Al-Qur’an, Hadis Nabi dan karya para Ulama.
Kembali kepada film ini. Saya tahu bahwa film ini memang ditujukan untuk menyerang kaum radikal. Tapi, perlu kita paham. Radikal itu bukan hanya kelompok yang sering koar-koar khilafah saja. Dalam diskursus pemahaman Aswaja, radikal itu terbagi menjadi dua. Radikal kanan dan radikal kiri. Radikal kanan ini terbiasa mengafirkan orang yang berbeda pemahaman dengan mereka. Seperti Wahhabi dan Syi’ah. Sedangkan radikal kiri biasanya memperbolehkan segala hal yang sesuai ‘selera’ mereka, Liberal misalnya.
Yang sering kita bahas adalah radikal garis kanan. Sedangkan radikal garis kiri lebih sering dimanjakan. Disadari atau tidak radikal garis kiri ini adalah ancaman besar. Sebab, mereka bagaikan musuh dalan selimut. Memanfaatkan sebuah organisasi untuk melebarkan sayapnya.
Satu lagi. Film ini akan menimbulkan mafsadah baru. Yaitu kesenggangan antar umat Islam. Karena bagaimanapun -diakui atau tidak- film ini bukan hanya menyinggung kaum radikal. Tapi juga menyinggung pengikut KH. Hasyim Asy’ari yang lebih memilih untuk mengikuti pendapat yang lebih dikuatkan tentang masalah aurat wanita.
Selain itu adegan ‘berantem’ di film itu juga tidak mendidik. Di film itu tidak diajarkan cara tepat mengusir kaum radikal. Semisal bekerjasama dengan petugas kepolisian. Bukan dengan main hakim sendiri lalu berantem. Adu otak. Bukan adu otot. Indonesia adalah negara hukum yang setiap warganya tidak bisa main hakim sendiri.
Walhasil. Film yang saya singgung ini banyak melukai dan meresahkan perasaan umat Islam yang menganggap wajah adalah aurat -sebagaimana pendapat yang lebih dikuatkan-. Tujuannya memang untuk menyerang kaum radikal. Ternyata kaum yang tidak radikalpun tersakiti. Sebab cadar tidak identik dengan radikalisme. Cadar adalah ajaran agama yang digunakan sebagai media untuk menutupi wajah oleh orang-orang yang mengikuti pendapat yang lebih dikuatkan. Wallahu a’lam.
Oleh: Luthfi Abdoellah Tsani