Fatwapedia.com – Memperingati Nuzulul Qur’an bertujuan untuk membahas seputar bagaimana Al-Qur’an diturunkan kepada kita, dan mengkaji ayat serta hadits yang menerangkan tentangnya. Tentu saja hukumnya dianjurkan.
Nuzulul Qur’an, datang dalam Al-Qur’an dengan ungkapan :
وَبِالحَقِّ أَنْزَلْنٰهُ وَبِالحَقِّ نَزَل
“Dan Kami turunkan Al-Qur’an itu dengan sebenarnya dan Al-Qur’an itu turun dengan membawa kebenaran”. (QS. Al-Israa [17]: 105)
Dan dalam hadits, Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf.” (HR. Ahmad No. 7749, Al-Bayhaqi [2/145], ‘Abdurrazzaq No. 20369)
Makna “nuzul” sendiri berarti “penempatan sesuatu pada suatu tempat dan sesuatu itu mendiaminya”.
Bisa juga berarti “penurunan sesuatu dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah”. (Manaahil Al-Irfan, 1/35)
Kedua makna “nuzul” ini tidak layak bagi Al-Qur’an, karena kedua makna tersebut memposisikan Al-Qur’an layaknya makhluk, menempati ruang dan berbentuk.
Karena itulah, kita memerlukan tajawwuz, yakni mengembalikan makna “nuzulul Qur’an” ke makna majazi, yang dibimbing oleh nash Qur’an dan hadits sendiri.
Makna “inzal” yang tepat ini ialah,
الإعلام في جميع إطلاقاته
“Penginformasian dengan seluruh kemutlakannya”. (Manaahil Al ‘Irfan, 1/36)
Syaikh Bakr Isma’il mengatakan,
و معنى إنزاله في اللوح المحفوظ مجرد إثباته فيه، من غير نظر إلى علو و سفل.
“Dan makna turunnya Al-Qur’an ke Lauh Mahfudz adalah sebatas pengisbatan saja, tidak berarti bermakna ‘turun dari atas ke bawah’ (Dirosat Fi ‘Ulum AlQur’an, 1/24)
Proses – proses Turunnya Al Qur’an (Tanazzulaat Al-Qur’aan)
1. Turunnya Al-Qur’an ke Lauhul Mahfudz
Dalilnya :
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيْدٌ . فِيْ لَوْحٍ مَّحْفُوْظٍ.
“Bahkan yang [didustakan] itu ialah Qur’an yang mulia. Yang tersimpan dalam tempat yang terjaga (Lauhul Mahfudz)”. (QS. Al Buruj [85]: 21-22)
Dan keberadaannya di Lauhul Mahfudz tidak diketahui waktu dan bentuknya [ghaib], dan hanya Allaah yang Mengetahui.
Pada fase pertama ini, turunnya Al-Qur’an ini langsung secara keseluruhan tanpa terbagi-bagi, berdasarkan lafadz nash-nya sendiri secara mutlak menunjukkan demikian.
Hikmah dari Nuzul yang pertama, bahwasanya kita mengetahui adanya Lauhul Mahfudz, dan bagaimana ia merupakan tempat tercatatnya segala qadha dan qadar Allah, serta apa yang akan terjadi dan yang tidak terjadi di alam dunia ini. Dan hal tersebut merupakan tanda kebesaran serta kekuasaan Allaah.
(مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ)
“Setiap bencana yang menimpa di Bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab [Lauhul Mahfudz] sebelum kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allaah”. (QS. Al Hadid [57]:22)
2. Turunnya Al-Qur’an ke Baitul ‘Izzah di Langit Dunia.
(إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ)
(QS. Ad-Dukhan[44]: 3)
(بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ)
(QS. Al Qadar[97]: 1)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ
(QS. Al Baqarah[2]: 185)
Dari ketiga ayat ini kita mengetahui bahwasanya fase kedua AlQur’an turun ke langit dunia, adalah pada malam yang disebut laylatul mubaarokah (QS. Ad-Dukhan : 3), atau laylatul qodar (QS. Al Qodar : 1), dan malam diantara malam-malam Ramadhan (QS. Al Baqarah [2] : 185). Al-Qur’an pada saat itu turun secara keseluruhan [jumlatan wahidatan]
Terdapat hadits yang menerangkan hal ini. Dari ‘Ikrimah rahimahullah, dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata :
أنزل القرآن جملة واحدة إلى سماء الدنيا ليلة القدر، ثم أنزل بعد ذلك في عشرين سنة.
“Al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan ke langit dunia pada malam laylatul qadar, kemudian diturunkan [berangsur angsur] setelah itu selama dua puluh tahun”. (HR. Al-Hakim, 7/131
Setelah itu, kata Ibn Abbas, barulah Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur kepada Nabi dalam hari-hari Nabi.
Hikmah dari informasi ini tiada lain adalah bahwasanya kita mengetahui bahwa urusan Al-Qur’an ini adalah urusan besar, hingga diturunkan pada penduduk langit yang tujuh secara keseluruhan, dan akhirnya diturunkan berangsur-angsur ke bumi.
(وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا)
“Dan Al-Qur’an kami turunkan berangsur-angsur agar engkau [Muhammad] membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap.” (QS. Al-Isra [17]:106)
3. Turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Inilah fase terakhir turunnya Al-Qur’an. Dengan nya bumi terterangi, dan manusia terbimbing dengan cahaya hidayah. Wahyu turun dengan beragam cara dan keadaan, kepada hati Nabi.
Allaah Ta’ala berfirman,
(نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ)(بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ) (عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ)
“Yang dibawa turun oleh Ruhul Amin [Jibril]. Ke dalam hatimu [Muhammad] agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan. dengan bahasa Arab yang jelas” (QS. As-Syu’ara [26]:193-195)
Masa fase turunnya Al-Qur’an ini kepada Nabi, pada saat Nabi tinggal di Makkah selama 13 tahun, dan Madinah 10 tahun.
Di Makkah Nabi memulai dakwahnya dari 17 Ramadhan, saat usia Nabi 41 tahun [awal turunnya ayat, surat Al Alaq ayat 1-5], hingga Rabi’ul Awwal [usia Nabi 54 tahun]. Kurang lebih fase itu selama 12 tahun, lebih 5 bulan 13 hari.
Kemudian risalah dilanjutkan ke Madinah, setelah hijrah pada awal Rabi’ul Awwal tahun 1 H hingga 9 Dzulhijjah [usia Nabi 63 tahun]. Fase tersebut lamanya 9 tahun, lebih 9 bulan 9 hari. (Hasan Muhammad Ayyub, Al-Hadits Fi ‘Ulum Al-Qur’an wa Al-Hadits, 1/33)