Fatwapedia.com – Islam masuk ke bumi Gallia atau Andalusia pada tahun 711, dan resmi keluar pada tahun 1492. Pada masa itu ada 3 kerajaan Islam besar di dunia, Ottoman di Asia Kecil, Mamalik di Mesir dan Safavit di Persia. Banyak yang bertanya-tanya, kemanakah dinasti-dinasti besar itu pada saat saudaranya di Grenada disembelih oleh Mahkamah Inkuisisi dan diusir serta dipaksa memeluk Kristen oleh Eropa? Bukankah mereka bisa membantu, sehingga kerajaan Islam di Andalusia tidak tinggal sejarah?
Sebagaimana dimaklumi bahwa runtuhnya Kerajaan Islam di Andalusia akibat perpecahan yang terjadi antara mereka, sehingga sebuah kerajaan besar terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, dan yang lebih parah lagi setelah menjadi kerajaan kecil, mereka saling berperang, sampai sebagian mereka bekerjasama dengan Raja-raja Eropa untuk memerangi saudaranya. Disinilah kisah menyedihkan itu mulai, kisah dimana matahari Islam tenggelam dan hilang dari langit Andalusia.
Pada saat umat Islam saling berperang, kerajaan-kerajaan Spanyol dan Eropa saling bersatu mengumpulkan kekuatan. Dan langkah persatuan terbesar yang paling tepat yang pernah dilakukan mereka adalah pernikahan antara Ferdinand of Aragon (Bercelona, Saragoza dan Valencia hari ini), dengan Isabella of Castilla (Madrid san Sevilla hari ini). Tujuan utama dari pernikahan itu adalah menyatukan dua kerajaan besar itu menjadi kerajaan Spanyol, untuk menghancurkan kerajaan Islam terakhir yang tersisa, Dinasti Bani Ahmar Grenada, khalifah terakhirnya adalah sultan Abu Abdullah Muhammad yang berkuasa pada tahun 1482-1492.
Daulah Aliyyah Utsmaniyyah atau Ottoman:
Sebenarnya kehancuran kerajaan Islam di Andalusia sudah bisa diprediksikan 100 tahun sebelumnya, hanya saja bantuan luar negeri dari Negara-negara Islam terdekat mampu membuat kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia itu bertahan lebih lama, bantuan itu datang dari dinasti Muwahhidin di Afrika Utara.
Kalau bukan karena bantuan Dinasti Muwahhidin, mungkin 100 tahun sebelumnya kerajaan Islam di Andalusia sudah diluluhlantakkan oleh Alfonso VI, raja Castilla. Bahkan tentara-tentara Muwahhidin menetap di Andalusia untuk menjaga kerajaan Islam disana, sampai akhirnya mereka dikalahkan oleh Alfonso VIII pada perang Navas de Tolousa. Pasukan Muwahhidin dikeroyok oleh pasukan kerajaan Castilla, Aragon, Portugal, Lion, Navarre, dan pasukan relawan dari Perancis.
Namun, pada akhir-akhir kekuasaan Bani Ahmar, tidak ada lagi kerajaan Islam yang kuat di Afrika Utara, semuanya sudah terpecah, bahkan sebagiannya ikut menjadi sekutu Perancis dan Spanyol, seperti dinasti Bani Hafes di Tunis dan dinasti Murayniyyin di Maroko.
Pada saat itu, Spanyol menutup selat Gibraltar, supaya tidak ada bantuan yang bisa masuk ke Grenada dari Afrika Utara. Umat Islam yang semakin terpuruk di Grenada tidak punya pilihan lain, terpaksa harus minta bantuan dari Ottoman di Istanbul dan Mamalik di Mesir, meskipun jauh sekali. Akhirnya sultan Abu Abdullah mengirim delegasi ke Ottoman dan Mamalik meminta bantuan.
Delegasi Grenada di Istanbul
Delegasi Grenada tiba di Istanbul dan disambut oleh Sultan Ottoman saat itu, Bayazid II, anak Sultan Muhammad Fatih. Ketua delegasi menyerahkan surat dari Sultan Grenada, surat permohonan bantuan mendesak. Surat yang masih disimpan sampai saat ini di Istanbul menceritakan betapa perihnya kehidupan yang sedang dialami umat Islam di Grenada saat itu.
Mereka menceritakan bagaimana Raja Sapanyol mengkhianati perjanjian damai yang disepakati kedua belah pihak, sebuah konsensus berisi 55 poin, namun Spanyol mengkhianatinya dan menyerang umat Islam, serta memberikan 2 pilihan bagi umat Islam yang kalah, ya cuma dua! Masuk Kristen atau Mati!
Pada saat itu juga, Sultan Bayazid II mengumpulkan Menteri-menterinya, para Panglima Angkatan Bersenjata, dan Penasehat Sultan untuk membicarakan nasib umat Islam di Grenada dan apa yang bisa dilakukan Ottoman untuk membantu. Namun, sayangnya saat itu Ottoman sendiri sedang dalam krisis, ditambah lagi tidak ada jalur darat menuju Grenada, kalau harus lewat darat maka pasukan Ottoman harus melewati puluhan kerajaan Eropa, dan itu tidak mungkin.
Krisis Ottoman dengan Mamalik, Eropa, dan Safavid
Pada saat itu, Ottoman dalam status perang dengan Mamalik. Perang tersebut disebabkan oleh ketegangan yang terjadi pada masa Sultan Muhammad Fatih, saat beliau menawarkan kepada Sultan Mamalik Achraf Seyfuddin Qitbay untuk melaksanakan pembangunan sistem pengairan di Hijaz untuk jamaah haji, namun Sultan Mamalik menolaknya dengan keras. Saat itu dinasti Mamalik di Mesir menguasai wilayah Hijaz, Nejd dan Sham. Dan ketegangan hubungan dua Negara bertambah saat Pemerintah Mamalik memungut pajak dari jamaah haji Ottoman.
Pada masa kekuasaan Sultan Bayazid II, Mamalik mencaplok wilayah “Cukur Uvah” (Dekat Adana hari ini) yang berada di bawah kekuasaan Ottoman dan memasukkannya dalam wilayah Suriah yang dikuasainya. Akhirnya perangpun tak terelakkan antara dua kerajaan Islam itu. Singkatnya, pada saat delegasi Grenada datang, pasukan Turki sedang sibuk dengan Mamalik di Cukur Uvah.
Selain itu, Ottoman juga sedang menghadapi konflik internal, pemberontak Pangeran Cem. Pengeran Cem ini adalah anak kesayangan Sultan Muhammad Fatih, ketika kakaknya Sultan Bayazid II menjadi Sultan dia tidak terima, dia memberontak, terjadilah perang sampai akhirnya pengeran Cem kalah dan kabur ke Mesir. Di Mesir pangeran Cem disambut baik oleh Sultan Mamalik, hal ini menambah ketegangan kedua Negara.
Masalah pangeran Cem belum berakhir, ketika sedang berlayar di Laut Mediterania kapalnya dibajak oleh Pirates of Mediteranian Sea, dan pangeran Cem dijual ke Paus Julius II. Hal ini menambah keruhnya hubungan Ottoman dengan Eropa, setelah kejadian tahun 1453. Ketegangan ini menyebabkan terbentuknya kekuatan aliansi militer baru di Eropa, antara Paus Julius II dengan Perancis, Hungaria, dan Venicia untuk melawan Ottoman. Fokus Ottoman kembali buyar, harus memikirkan bagaimana menghadapi sekutu Eropa yang kapan saja bisa menyerang.
Lebih dekat lagi, konflik mencuat antara Ottoman dengan Safavid di Persia. Safavid mencaplok wilayah Anatolia. Konflik ini berakhir dengan perang pada masa Sultan Selim I, anak Sultan Bayazid II.
Pada saat itu, kondisi Ottoman benar-benar terjepit dan sulit. Sedang dalam status perang dengan Mamalik, ketegangan dengan Negara-negara Eropa. Setelah berakhir perang dengan Mamalik, Ottoman mengumumkan perang dengan Hungaria, Lithuania dan Polandia.
Apa yang dilakukan Sultan Bayazid II untuk Delegasi Grenada?
Setelah melaksanakan rapat tertutup dengan para Menteri dan penglima Angkatan Bersenjata, Sultan Bayazid II memutuskan untuk membantu umat Islam di Grenada dengan mengirim Angkatan Laut Ottoman pada tahun 1487 yang dipimpin oleh Laksmana Kamal Raes. Kira-kira 5 tahun sebelum kerajaan Grenada hancur. Dengan keputusan ini, secara otomatis Sultan Bayazid II telah mendeklarasikan perang dengan Negara-negara Eropa khususnya Negara-negara di sekitar laut Mediterania. Ottoman mengumumkan status perang kepada Kerajaan Castilla, Aragon, Napoli, Sicilia dan Venecia.
Meskipun sedang memiliki banyak masalah sendiri, Ottoman satu-satunya Negara Islam yang membantu umat Islam di Andalusia. Demi umat Islam di Grenada, Ottoman harus berperang dengan Negara-negara Kristen Eropa. Padahal, dari segi geografis, dinasti Hafes Tunisia dan dinasti Watsiah di Maroko bisa ikut membantu, tapi mereka memilih diam dan menonton.
Laksmana Kamal bersama angkatan Laut Ottoman menuju ke Grenada melewati laut Tengah. Dalam perjalanannya itu, Laksmana Kamal menyerang Malta, Sicialia, Sardinia, Corsica, pesisir Italia dan pantai-pantai Spanyol. Namun, pasukan Kamal tidak bisa lama di wilayah itu, karena Angkatan Laut saja tidak cukup untuk menguasai semua wilayah itu, perlu serangan angkatan darat. Paling tidak, Kamal dan pasukannya telah menghancurkan pertahanan musuh, sehingga mereka tidak bisa memberikan bantuan kepada Spanyol. Laksmana Kamal juga menyerang pantai Tunisia, dimana dinasti Hafes bersembunyi dan membantu Perancis dan Spanyol.
Sayangnya, pasukan angkatan laut Ottoman tidak sampai ke Castilla, karena telah kehabisan amunisi duluan di lautan karena serangan-serangan itu.
Pada tahun 1492, dinasti Bani Ahmar Grenada resmi menyerahkan diri kepada Kerajaan Spanyol. Berakhirlah kekuasaan Islam di Andalusia. Sisa kapal Ottoman berhasil mengangkut lebih dari 300 ribu umat Islam dan Yahudi dari Grenada menuju Aljazair, Maroko dan Turki.
Delegasi Grenada di Mesir
Delegasi Grenada yang membawa surat permohonan bantuan ke Mamalik di Mesir, tidak mendapatkan hasil apa-apa. Karena Mesir juga jauh dari Andalusia, selain itu untuk menyerang Andalusia perlu angakatan darat. Mamalik sendiri sedang sibuk melawan Ottoman.
Sultan Mamalik Achraf Seyfuddin Qitbay tidak bisa membantu umat Islam di Andalusia secara langsung, namun dia mengirim delegasi kepada Paus Julius II dan kerajaan Spanyol, dan mengatakan bahwa di Mesir dan Suriah banyak umat Kristen hidup dengan penuh kebebasan dan bisa melakukan praktek agama sebebas-bebasnya, dan pemerintah Mamalik tidak pernah mengganggu, bahkan umat Islam sendiri tidak pernah mengganggu. Sultan Achraf Seyfuddin Qitbay mengancam akan memaksa seluruh umat Kristen di Suriah dan Mesir untuk masuk Islam atau membunuh mereka semua apabila Spanyol tetap membunuh umat Islam di Andalusia!
Paus dan Spanyol tidak mengindahkan ancaman Sultan Mamalik Achraf Seyfuddin Qitbay, menurut mereka itu hanya ancaman “humbug”, karena mereka tau bahwa ajaran Islam melarang untuk membunuh warga negara non-muslim yang tak bersalah ataupun memaksa siapapun untuk memeluk Islam. Dan benar, Sultan Mamalik Achraf Seyfuddin Qitbay tidak pernah membunuh ataupun memaksa satu orang Kristenpun untuk masuk Islam!
Begitulah umat Islam di Andalusia tinggal sendiri, tidak ada yang membantu, mereka menderita sendiri, persis seperti rakyat Palestina hari ini. Pada saat mereka dibantai oleh Israel, umat Islam malah sibuk dengan saling menyesatkan dan membunuh sesama. Kekejaman Spanyol dicatat oleh sejarah dengan darah umat Islam, sampai hari ini orang masih mengatakan “No body expects Spanish Inquisition”!.
Ada sebuah manuskrip yang tersimpan di perpustakaan Nasional Al Assad di Damascus berjudul “Akhir Ayyam Grenada”, Hari-hari Terakhir Grenada, sebuah catatan harian seorang Muslim yang selamat dari Mahkamah Inkuisisi Spanyol. Berkat usaha ustazuna Dr. Iyadh Khaled Tabba’ selaku kepala bidang Manuskrip di perpustakaan Nasional Al Assad di Damascus, manuskrip itu ditahqiq, dan kemudian diterbitkan.
“Itu adalah umat yang lalu; bagi mereka apa yang telah mereka usahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab atas apa yang telah mereka kerjakan”
Oleh: Tulisan Ust Saif Alemdar