Fatwapedia.com – Maret 1925, dua tahun setelah runtuhnya Kekhalifahan Islam Utsmaniyah di Turki tahun 1923 (sebagian literatur menyebutkan tahun 1924), para tokoh ulama dan umat Islam di dunia sepakat membuat sebuah Muktamar Khalifah di Kairo, Mesir.
Dari Indonesia, berdasarkan kesepakatan Al Islam Congres Loear Biasa di Surabaya pada 26 Desember 1924, mengutus tiga orang:
- Haji Fakhruddin dari Persyarikatan Muhammadiyah.
- Suryopranoto dari Partai Syarikat Islam.
- Haji Wahab Chasbullah dari Organisasi Ulama Surabaya.
Tujuan diadakan Muktamar Khalifah ini adalah membahas dan mencari solusi strategis tentang problematika besar umat Islam se-dunia yang baru saja kehilangan sistem kepemimpinannya, Khilafah Islam Utsmaniyah yang tentunya berpengaruh besar terhadap hajat hidup umat Islam se-dunia. Umat Islam bagaikan ayam kehilangan induknya. Padahal, di saat yang sama, penjajahan di negeri-negeri Islam sedang marak dilakukan oleh Inggris, Perancis, Belanda, Portugis, dan Spanyol.
Sayang, Muktamar Khalifah di Kairo ini kemudian gagal terlaksana karena upaya Kerajaan Protestan Anglikan Inggris yang dengan berbagai upaya berhasil menggagalkannya. Mereka (Inggris dan sekutunya) khawatir bahwa Muktamar Khalifah menjadi trigger untuk membangun kembali semangat persatuan gerakan Islam dari seluruh dunia. Yang artinya pula, terjadi pan-Islamisme sebagai gerakan Anti-Imperialisme Barat yang mengancam eksistensi penjajahan mereka di negeri-negeri Islam.
Namun, para tokoh Islam seluruh duia tak berkecil hati. 1 Januari 1926 kemudian disepakati untuk menyelenggarakan Muktamar Al-Islam di Makkah Al Mukarramah, sekaligus memanfaatkan momen bulan Dzulhijjah. Sehingga, tidak ada alasan untuk dilarang diselenggarakan, karena berkaitan dengan pelaksanaan ibadah Haji. Digantinya nama Muktamar yg sebelumnya menggunakan judul Muktamar Khalifah, tentunya ada alasannya. Yakni, mengelabui Inggris dan sekutu penjajahnya agar kemudian tidak kembali digagalkan sebagaimana rencana Muktamar sebelumnya di Kairo pada Maret 1925.
Di Indonesia, para tokoh-tokoh pergerakan Islam yg menerima undangan sebelumnya berhimpun dalam Muktamar Al Islam ini kemudian menyelenggarakan Muktamar dalam tataran regional. Berkumpulnya para tokoh pergerakan Islam dari Indonesia ini kemudian diberi nama dengan Muktamar Al Islam Se-Dunia Cabang Hindia Timur atau Muktamar Al Alam Al Islam Faral Hind Syarqiyah (MAIHS).
Dalam MAIHS ini diputuskan bahwa yang berangkat mewakili ulama dan umat Islam Indonesia adalah:
- Oemar Said Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam.
- KH. Mas Mansoer dari Persyarikatan Muhammadiyah.
Tujuan diselenggarakan Muktamar Al Islam ini kemudian berganti menjadi meminta Abdulaziz ibn Muhammad Ibn Saud (Ibnu Saud) untuk memimpin umat Islam se-dunia untuk menjadi Khalifah selanjutnya. Serta, meminta kepada Ibnu Saud untuk membolehkan Madrasah-madrasah di sekitar Masjidil Haram untuk tetap buka mengadakan berbagai kajian dan pendidikan mengenai berbagai ilmu-ilmu agama Islam non-Wahabi, terutama yg berkaitan dengan Aqidah, Syari’ah (Fiqh) dan Dakwah berdasarkan Empat Imam Madzhab.
Dari sekian banyak tokoh ulama yang hadir dari penjuru dunia adalah Muhammad Ilyas Al Kandhalawi dari India, Hasan Al Banna dari Mesir, dan tokoh lainnya dari penjuru dunia.
Sayang, Ibnu Saud tidak bersedia bahkan tidak menghadiri Muktamar ini. Muktamar Al Islam kemudian ‘dikabarkan’ batal, walaupun pertemuan para tokoh ulama dan pergerakan Islam dari berbagai penjuru dunia ini tetap berlangsung tanpa secara tidak resmi.
Pembahasan tentang problematika umat Islam tetap dilakukan. Dan salah satu kesepakatannya adalah :
- Bahwa membangun kembali sistem kepemimpinan Islam diawali dengan terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan internal umat Islam di masing-masing negeri Islam. Bahwa runtuhnya Kekhilafahan Islam Utsmaniyah tidak terlepas dari permasalahan internal umat Islam. Maka, permasalahan ini menjadi prioritas untuk diselesaikan.
- Menyemarakkan dakwah Islam dalam bentuk organisasi-organisasi atau pergerakan Islam (Jama’atul Minal Muslimin). Sebagai bentuk ‘bom psikologis’ bagi mereka yang tidak suka dengan Islam terutama bagi para imperialis Barat yang menjajah negeri-negeri Islam.
- Pergerakan bersifat soft. Kecuali bagi negeri-negeri terjajah. Dibolehkan untuk kemudian berjihad melawan penjajah.
- Menggunakan pendekatan dakwah dengan mengetahui dan memperhatikan karakteristik umat (objek dakwah), terlebih mengenai adat, perilaku, sejarah, bahasa dan mengupayakan persatuan dan kesatuan umat.
- Menyepakati bahwa pada saatnya yang tepat nanti secara bersama-sama memproklamasikan kembali kebangkitan peradaban dan persatuan Islam (Jama’atul Muslimin).
Pasca Muktamar Al Islam (yang tidak resmi dan tidak dihafiri Ibnu Saud) ini, kemudian diberbagai negara berdirilah berbagai organisasi-organisasi Islam sebagaimana hasil kesepakatan di Makkah Al-Mukarramah ini.
Tahun 1926 di India kemudian berdiri Jama’ah Tabligh. Di tahun yg sama di Mesir berdiri Jama’ah Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Ansharussunnah wal Muhammadiyah. Dan organisasi lainnya di segenap penjuru wilayah Islam di dunia seperti Jamaah Islamiyah di Pakistan, Al Mahdiyah di Sudan, As Sanusiyah di Maroko, Fidaiyyan di Iran.
Indonesia, sebagai wilayah ‘paling jauh’ dan paling luas dari pusat peradaban Islam sebetulnya sudah lebih dulu membentuk organisasi-organisasi Islam ini. Artinya, Indonesia hanya tinggal melanjutkan perjuangan dakwah dan kebangkitan peradaban Islam ini. Tahun 1905 telah berdiri Sarekat Islam yang kemudian menjadi Partai Syarikat Islam di tahun 1920. Tahun 1915 telah berdiri Perhimpunan Al Irsyad. Tahun 1912 telah berdiri Persyarikatan Muhammadiyah. Bahkan Sarekat Islam, Muhammadiyah dan Al Irsyad pada tahun 1920 menyelenggarakan Muktamar Islam I di Cirebon yang kemudian menjadi cikal bakal lahir Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Tahun 1923 telah berdiri Persatuan Islam.
Organisasi Islam yang lahir bertepatan dengan Muktamar Al Islam di Makkah Al Mukarramah adalah Nahdlatul Ulama di tahun 1926. Tahun 1935 berdiri Nahdhatul Wathan di Lombok. Dan berbagai organisasi Islam lainnya yang tentunya semakin membuat penjajah Belanda dan mereka yang tidak senang kepada Islam dan umatnya ‘terguncang’. Karena organisasi-organisasi Islam ‘tiba-tiba’ saja bermunculan di kurun waktu yang hampir bersamaan.
Artinya sebenarnya, munculnya oraganisasi-organisasi Islam baik itu di Indonesia ataupun di belahan dunia berawal dari SATU KOMANDO dan SATU TUJUAN, persatuan dan kebangkitan umat Islam. Jika sekarang malah terjadi perpecahan, artinya memang ada upaya yang sengaja dilakukan agar berbagai macam organisasi Islam ini tidak kembali kepada Khittah 1926 pada Muktamar Al Islam. Dan kita tahu sendiri siapa pelakunya, baik yg menyerang dari luar atau yang disusupkan ke dalam.
Ada pun, ada oknum dalam tubuh umat Islam yang justru sibuk MENTAHDZIR dan menyalahkan, menyesatkan, menganggap semua organisasi-oraganisasi pergerakan Islam itu adalah menyimpang dan haram, ABAIKAN SAJA. Sejarah mencatat bahwa mereka lahir dari rahim rezim yang TIDAK HADIR PADA SYURA’ (musyawarah) dalam upaya MEMPERSATUKAN UMAT ISLAM SEDUNIA.
Mari bersatu kembali, membangun peradaban dan kejayaan Islam yg mulia ini lagi…