Fatwapedia.com – Saat ini dagangan yang paling laku untuk digoreng adalah jualan isu radikalisme dan tema-tema sejenis. Namun ironisnya, radikalisme ini hanya diarahkan kepada Islam dan umat Islam. Bahkan sampai wakil presiden yang juga ketua MUI pun ikut berkomentar yang sangat radikal: “Anak-anak PAUD telah terpapar radikalisme” ini artinya ia ingin mengatakan bahwa pendidikan Islam telah mengajarkan radikalisme sejak pra sekolah…!!!
Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebuah lembaga bentukan presiden Jokowi bahkan membuat heboh seluruh negeri dengan pernyataan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama. Belum reda kegaduhan yang ditimbulkan mereka membuat kegaduhan baru dengan merilis “Salam Pancasila” sebagai ganti Assalaamu alaikum. Alih-alih mendapatkan simpati, langkah ini justru dijadikan bahan leluyon dan candaan oleh netizen di seantero negeri.
Lalu benarkah wasathiyyah itu berarti moderat yang kemudian dianggap sebagai lawannya radikal? Benarkah apa yang dilakukan BPIP dan rezim ini adalah sikap moderat sedangkan umat Islam yang menginginkan Indonesia yang bersyariah adalah radikal?
Syaikh DR. Yusuf Al Qardhawi menjelaskan tentang makna dan hakikat sikap wasathiyyah berikut :
ليس معنى الوسطية أن تأخذ دائمًا موقف السماحة أو التيسير؛ بل الوسطية الحقة: أن تُشدّد حيث ينبغي التشديد، وتُيسّر حيث ينبغي التيسير، وأن تأخذ باللين والرفق مع من يستحق ذلك، وتأخذ بالغلظة والعنف مع من يستحقها
“Wasathiyyah maknanya bukanlah kamu selalu mengambil sikap toleran dan memudahkan. Justru wasathiyyah yang sesungguhnya adalah kamu bersikap keras ketika harus keras dan kamu bersikap memudahkan ketika harus memudahkan juga kamu bersikap lembut dan lunak pada orang yang berhak mendapatkan itu dan kamu bersikap keras dan tegas pada orang yang memang pantas mendapatkanya.” [DR. Yusuf Al Qardhawi]
Demikianlah seharusnya memaknai wasathiyyah sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. [QS Al Baqarah 143]
Umat Islam disebut sebagai ummatan wasathan artinya umat yang adil dan terbaik yang kelak akan menjadi saksi di hadapan manusia bahwa risalah nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam telah disampaikan dengan paripurna dan tuntas. Ummatan wasathan bukan umat yang tidak punya prinsip hanya karena ingin disebut moderat yang kemudian diartikan sebagai lawannya radikal. Bahkan sikap wasathiyyah adalah sikap tegas dan keras saat dibutuhkan tapi lembut dan memberikan kemudahan manakala mengharuskan bersikap demikian.
Dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata, Rasulullah shollallohu alaihi wasallam bersabda (artinya) :
“Nabi Nuh akan dipanggil pada hari kiamat, lalu dia menjawab : “Aku menjawab panggilan-Mu Wahai Rabb ku.” Maka Allah bertanya: “Apakah kamu telah menyampaikan risalah?” Nuh Menjawab: “Sudah”. Maka umatnya akan ditanya: “Apakah Nuh telah menyampaikan risalah kepada kalian?” Mereka menjawab: “Tidak ada seorangpun yang datang kepada kami memberi peringatan.” Maka Allah berfirman kepada Nuh: “Siapa yang akan menjadi saksimu?” Nuh menjawab: “Muhammad dan umatnya.” Maka Nabi Muhammad dan umatnya bersaksi bahwa Nabi Nuh telah menyampaikan risalah kepada umatnya. Kemudian Nabi Muhammad akan menjadi saksi atas kalian. Itulah maksud dari firman Allah :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (Shahih Bukhari 8/141 no. 4487)
Saksi harus bersikap adil, tidak menambah dan tidak mengurangi kesaksiannya, tidak membela salah satu pihak dengan memberikan kesaksian palsu atau menjatuhkan pihak lainnya dengan menambah atau mengurangi apa yang ia saksikan. Inilah makna washatiyyah yang sesungguhnya. Wallohu A’lam