Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Masalah berpalingnya hati di dalam shalat disebabkan was-was (bisikan Syetan) hampir tidak ada seorang pun yang selamat darinya. Penyakit ini begitu sulit diobati, dan hanya sedikit sekali orang yang bebas darinya. Was-was adalah aksi ‘pencurian’ yang dilakukan oleh Syetan terhadap shalat seorang hamba. Namun Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah mengajarkan kepada kita obat yang manjur untuk mengatasinya, dalam beberapa hadits, di antaranya:
Pertama: Berlindung Kepada Allah
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Utsmân ibnu Abil `Âsh, bahwa suatu ketika, ia mendatangi Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, Syetan telah mengganggu kekhusyukan shalat saya. Ia membuat bacaan saya kacau.” Lalu Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, “Itulah Syetan yang bernama Khanzab. Jika engkau merasakannya, mohonlah perlindungan kepada Allah (bacalah ta`awwudz) dan berludahlah ke samping kirimu sebanyak tiga kali.” Utsmân berkata, “Aku pun melakukan hal tersebut, dan Allah benar-benar menghilangkan gangguan itu dariku.” [HR. Muslim]
Maka berusahalah sekuat mungkin membuang rasa was-was tersebut dengan hati yang mantap setiap kali Anda merasakannya, disertai dengan mengamalkan hadits di atas, yaitu ber-ta`awwudz (memohon perlindungan) dari Syetan, meludah (ringan) di sebelah kiri, segera membuang pikiran-pikiran yang mengganggu, serta mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah.
Dalam sebuah hadits shahîh yang diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, “Syetan akan mendatangi seseorang dari kalian dan berkata: ‘Siapakah yang menciptakan ini? Siapakah yang menciptakan ini?’ sampai ia mengatakan: ‘Siapakah yang menciptakan Allah?’ Jika ia mengalami hal seperti ini hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dan menghentikannya.” [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]. Maksudnya, hendaklah ia menghentikan pikiran semacam itu, mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menolaknya, berusahalah sekuat mungkin untuk membuangnya, dan sibukkan diri dengan hal lain.
Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, “Apabila adzan dikumandangkan, Syetan segera lari sambil mengeluarkan suara kentut supaya tidak mendengar adzan. Ketika adzan telah selesai, ia datang kembali. Apabila dikumandangkan iqamah, ia kembali lari, dan ketika telah, selesai ia datang lagi, lalu mengganggu orang yang mengerjakan shalat dengan berkata: ‘Ingatlah ini, ingatlah itu’, yaitu hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ia ingat. Sampai-sampai seseorang tidak ingat berapa rakaat ia telah mengerjakan shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak ingat berapa rakaat ia shalat—tiga atau empat rakaat—hendaklah ia bersujud dua kali ketika ia duduk terakhir (Sujud Sahwi di ujung tasyahud akhir).” [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Kedua: Memohon dan merendahkan diri kepada Allah untuk meminta pertolongan-Nya supaya menyingkirkan bisikan-bisikan Syetan, dibarengi dengan mentadaburi (merenungi) makna bacaan Al-Quran di dalam shalat dan memahami arti zikir-zikir yang dibaca.
Ketiga: Merasakan bahwa Anda sedang berdiri di hadapan Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan bahwa Allah mengetahui lahir dan batin Anda.
Keempat: Tidak membiarkan segala lintasan pikiran menguasai diri, tetapi berusaha menolak semua pikiran tidak bermanfaat yang mengganggu hati, serta memutuskan segala hubungan dengan apa pun yang mengganggu kekhusyukan.
Kelima: Mengingat bahwa shalat yang dilakukan tanpa kekhusyukan tidak akan mendatangkan buahnya, yaitu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Jadi, siapa yang tidak khusyuk dalam shalatnya berarti telah menyia-nyiakan nikmat munajat kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—yang merupakan kenikmatan paling besar bagi seorang mukmin. Allah—Subhânahu wata`âlâ—telah memuji orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya melalui firman-Nya (yang artinya): “Sungguh beruntung orang-orang beriman. (Yaitu) mereka yang khusyuk dalam shalatnya.” [QS. Al-Mu’minûn: 1-2]
Keenam: Memperbanyak bacaan Al-Quran, terutama Al-Mu`âwidzatain (surat Al-Falaq dan An-Nâs), ayat Al-Kursi, dan Al-Fâtihah. Juga membaca surat Al-Baqarah di rumah, karena membaca surat ini akan mengusir Syetan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam. Selain itu, Anda harus menjaga zikir pagi dan petang, doa sebelum tidur, dan doa-doa lainnya, dengan memperbanyak permohonan dan doa kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—agar menjauhkan Syetan dari diri Anda, serta menyempurnakan shalat dan iman Anda, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan doa para hamba-Nya. Waspadalah, jangan sampai berputus asa dari rahmat dan karunia Allah kepada Anda, karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang: “Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dialah yang Maha mengetahui lagi Mahabijaksana.” [QS. Yûsuf: 100]
Ketujuh: Bertobat dengan tobat yang sungguh-sungguh, serta memperbanyak istighfar (permintaan ampun kepada Allah), karena barangkali was-was (bisikan) tersebut disebabkan oleh dosa-dosa.
Kedelapan: Berusaha mengosongkan hati dari segala kesibukan dunia, keperluan fisik, dan segala pikiran yang menyibukkan diri sebelum memulai Takbîratul Ihrâm. Berusahalah memerangi segala bisikan yang muncul di dalam hati, sekaligus menghentikan segala pikiran yang menyibukkan hati, dan ini merupakan inti obat penyakit ini. Jangan biarkan diri sibuk memikirkan lintasan pikiran. Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Majmû` Fatâwâ, “Adapun lintasan pikiran yang menggangu, cara mengobatinya adalah dengan berusaha keras menolak segala hal yang menyibukan hati, seperti memikirkan hal-hal yang tidak bermanfaat, serta merenungkan berbagai perkara yang memalingkan hati dari tujuan shalat. Semua ini sesuai kapasitas masing-masing hamba, karena banyaknya was-was (bisikan mengganggu) disebabkan oleh banyaknya syubhat dan syahwat, serta banyaknya ketergantungan hati kepada perkara-perkara yang ingin didapatkan, dan perkara-perkara yang ingin dihindari.”
Kesembilan: Menghadirkan akal dan pikiran pada saat shalat. Dalam hal ini, kami berpesan kepada Anda agar membaca kitab: Ta`zhîm Qadr Ash-Shalâh karya Muhammad ibnu Nashr Al-Marwazi, dan kitab Ash-Salâh, karya Ibnul Qayyim.
Kesepuluh: Mentadaburi ayat-ayat Al-Quran yang dibaca atau didengarkan di dalam shalat. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka mentadaburi ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang berpikir mendapat pelajaran.” [QS. Shâd: 29]. Allah juga berfirman (yang artinya): “Maka apakah mereka tidak mentadaburi Al-Quran ataukah hati mereka terkunci?” [QS. Muhammad: 24]
Juga dengan meresapi bahwa Anda sedang berkomunikasi dengan Tuhan. Renungkanlah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah—Semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, “Allah—Tabâraka wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): ‘Aku membagi shalat (Al-Fâtihah) antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua bagian, dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang ia minta’. Apabila seorang hamba mengucapkan: ‘Alhamdulillâhi rabbil `âlamîn (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)’, Allah menjawab: ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’. Apabila ia mengucapkan: ‘Arrahmânirrahîm (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah menjawab: ‘Hamba-Ku telah memberikan sanjungan kepada-Ku’. Apabila ia mengucapkan: ‘Mâliki yaumiddîn (Raja di Hari Pembalasan)’, Allah menjawab: ‘Hamba-Ku telah memuliakan Aku’. Apabila ia mengucapkan: ‘Iyyâka na`budu wa iyyâka nasta`în (Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu-lah kami memohon pertolongan)’, Allah menjawab: ‘Ini antara Aku dan hamba-Ku, dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang ia minta’. Apabila ia mengucapkan: ‘Ihdinash shirâthal mustaqîm. Shirâthalladzîna an`amta `alaihim ghairil maghdûbi `alaihim waladh-dhâllîn (Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai, dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat)’, Allah menjawab: ‘Ini adalah untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku mendapatkan apa yang ia minta’.” [HR. Muslim]
Kita berdoa semoga Allah menjauhkan kita dari was-was (bisikan-bisikan) Syetan dan menganugerahi kita kekhusyukan dalam menjalankan shalat. Aamiin.